Tuesday, January 30, 2007

MIMPIKAH MENERAPKAN GOOD GOVERNANCE

1. Peristiwa Luar Biasa yang Dianggap Biasa
Cerita ini memang benar-benar nyata dan kerap terjadi di lingkungan kita. Seorang pegawai negeri yang telah menduduki pangkat dan golongan menengah terlihat hidup berkecukupan dan malahan berlebihan. Semua orang sudah mengetahui berapa gajih yang diterima setiap bulannya, karena perhitungan gajih pegawai negeri mengikuti pola baku yang berlaku secara nasional. Jika dihitung tanpa kalkulator pun sudah bisa ditebak, sebenarnya gajih resmi yang diterimanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok yang paling sederhana, yaitu makan dan membayar pengeluaran rutin rumah tangga agar ia dan keluarganya bisa tetap melangsungkan kehidupanya secara normal.
Peristiwa itu sesungguhnya luar biasa karena dengan besaran gajih pegawai negeri yang sangat terbatas, ia bisa memimliki kendaraan roda empat biasa, bukan kendaraan mewah, tahun mutakhir; ia bisa menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta atau negeri tertentu atau universitas tertentu yang bagi kebanyakan orang biaya sekolahnya dianggap tinggi; ia masih bisa jalan-jalan ke luar rumah bersama keluarganya untuk berbelanja di super market atau sekedar makan bersama di restauran; dan setiap menghadapi liburan panjang nasional ia dan keluarganya menyempatkan diri pergi ke luar kota untuk menjenguk orang tuanya yang berada di luar kota atau sekedar bertamasya.
Namun, peristiwa itu menjadi biasa karena banyak sekali pegawai negeri melakukan hal yang sama. Malahan masih tetap dianggap biasa ketika ada pegawai negeri dengan pangkat dan golongan yang sama memiliki kendaraan roda empat untuk masing-masing anggota keluarganya dan malahan kendaraan tersebut masuk dalam kategori kendaraan mewah. Karena sudah dianggap biasa, jangan ditanyakan berapa rumah dan tanah yang dimilikinya.
Ketika ada seseorang yang nyeleneh bertanya darimana kekayaan itu berasal, jawabannya pun luar biasa. Katanya ini semua rejeki dari Tuhan atas segala prestasi yang dicapainya di luar dirinya sebagai pegawai negeri. Katanya ia punya usaha sampingan. Yang luar biasa adalah ternyata banyak pekerjaan sampingan yang menghasilkan pendapatan jauh melebihi dari pekerjaan utamanya. Peristiwa yang luar biasa ini pun menjadi biasa karena banyak orang yang bisa menerima penjelasan tersebut.
Banyak contoh lainnya yang menunjukkan peristiwa luar biasa yang serupa tapi tak sama, tetapi hal itu menjadi biasa karena banyak orang yang menganggapnya biasa. Juga bisa terjadi sebaliknya.

2. Peristiwa Biasa yang Dianggap Luar Biasa
Ini pun kisah nyata. Menjelang hari raya lebaran, seorang utusan proyek datang ke Kantor Pusat Jakarta untuk menghadap beberapa pejabat yang langsung atau tidak langsung terkait dengan proyeknya. Ia dibekali titipan untuk disampaikan kepada para pejabat tersebut. Ketika tugas itu dilaksanakan, ternyata tidak semua pejabat dapat menerima titipan proyek tersebut. Seorang pejabat menolaknya dengan halus sambil mengatakan bahwa si pembawa titipan tersebut lebih memerlukannya daripada beliau.
Kejadian itu sebenarnya peristiwa biasa yaitu seseorang yang merasa tidak berhak untuk menerima suatu titipan karena bertentangan dengan hati nuraninya. Peristiwa ini menjadi luar biasa karena langka sekali ada pejabat yang bertindak seperti itu. Prilaku pejabat tersebut menjadi buah bibir. Dan lebih luar biasa lagi banyak orang-orang tertentu yang kemudian menghindari pejabat tersebut karena pejabat itu dianggap termasuk dalam kelompok orang-orang aneh.
Sebenarnya sesuatu yang biasa jika ada seorang pegawai negeri yang dalam kehidupannya berusaha semaksimal mungkin menyesuaikan diri dengan jumlah penghasilan resmi yang diterimanya. Yang sering tidak dapat menerima keadaan tersebut bukan dirinya sendiri, melainkan orang-orang yang berada di lingkungannya baik yang dekat maupun yang jauh.
Lama kelamaan, akhirnya banyak orang yang terimbas dan berubah cara pandangnya sehingga ketika ia tetap berbicara pada hati nuraninya dianggap dirinya masuk dalam kelompok orang-orang aneh. Ia lalu memberikan jastifikasi bahwa apa yang ia lakukan tidak merugikan bagi siapapun. Peristiwa ini menjadi luar biasa karena hati nurani terkalahkan oleh prilaku sosial yang umum. Kemana lagi kita akan bersandar?

3. Apa yang Biasa dan Apa yang Luar Biasa?
Memperhatikan peristiwa-peristiwa di atas seolah-olah jaman kehidupan sudah terbalik-balik, yang benar menjadi salah yang salah bisa dianggap benar. Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut ketika secara individu kita terlibat dalam menetapkan parameter nilai-nilai kebenaran, sehingga parameter tersebut menjadi relatif. Kita akan lebih mudah menjawabnya ketika kembali pada hati nurani yang paling dalam bahwa benar adalah benar dan salah adalah salah. Memang hal itu tidak mudah ketika kita sudah mengabaikan hati nurani, tempat bertahtanya nilai-nilai kebenaran yang paling hakiki.
Sering timbul pertanyaan dalam diri kita, normalkah kehidupan kita ketika setelah lulus dari sebuah perguruan tinggi ternama, setelah bekerja lebih dari dua dekade, kita masih dilanda kekhawatiran karena tidak memiliki bekal yang cukup untuk pergi ke dokter, untuk mendaftarkan anak kita ke sekolah atau perguruan tinggi yang berkualitas.
Berat sekali menjawab pertanyaan itu ketika ada pembanding lain yang setara tetapi kondisinya berbeda bagai langit dan bumi. Banyak orang lain yang berlatar belakang sama tetapi tempat bekerjanya berbeda tampaknya dapat hidup lebih mapan karena didukung struktur penghasilan resmi yang lebih menjanjikan.
Jika memang pertanyaan itu tidak terjawab atau untuk menjawabnya memerlukan sumber daya pemikiran yang besar, mengapa kita harus bersusah payah menjawabnya. Tanpa menjawabnya pun kita masih punya ruang yang cukup luas untuk mencapai kehidupan dalam norma-norma yang bisa diterima banyak pihak karena tidak menimbulkan chaos dalam kehidupan bermasyarakat.
Tanpa jawaban berarti kita tidak tahu apakah kita berada di jalan yang benar dan memang itu benar atau salah. Hal itu yang dikemukan oleh seorang ahli ekonomi dalam sebuah tulisannya di Harian Kompas mengenai “Teori Optimalisasi” untuk menjawab ketidakberdayaan kita dalam memberantas KKN. Menurut beliau KKN akan menghancurkan negara ketika melewati batas tertentu, tetapi juga pemberantasan korupsi yang tidak terkendali akan melemahkan kapasitas negara karena pertumbuhan ekonomi terhambat. Bukan berarti KKN itu baik, tetapi kita harus dapat mengatur sumber daya kita sedemikian rupa sehingga tidak hanya digunakan untuk memberantas KKN sehabis-habisnya yang menyebabkan biaya itu jauh lebih besar daripada biaya yang bocor akibat KKN tersebut.
Secara sederhana Teori Optimalisasi dapat digambarkan sebagai berikut. Kita mampu membedakan antara buaya dan cecak walaupun keduanya sama-sama binatang reptilia. Kita akan menolak dan malahan membunuh atau mengusirnya apabila ada buaya di halaman rumah kita. Di sisi lain, kita dapat menerima kehadiran cecak walaupun sering mengotori dinding rumah kita, karena selain tidak berbahaya cecak masih berguna untuk mengurangi nyamuk di rumah kita.
Teori Optimalisasi sudah sering diterapkan di bidang ekonomi dan hasilnya sudah teruji dengan baik. Belum banyak laporan yang telah dipublikasikan ketika diterapkan di bidang lain. Hambatan utama penerapan di bidang lain adalah karena masih banyak orang yang berpikir hitam putih. Walaupun mereka telah dibekali ilmu manajemen dan menyadari perlunya strategi yang tepat untuk mencapai tujuan, tapi mereka selalu memilih hanya satu jalan ke Roma.
Penerapan Teori Optimalisasi sering menimbulkan korban yang sebenarnya tidak perlu karena tidak akan banyak mengubah kondisi yang ada. Karena nasib, seekor cecak dapat terbunuh karena kehadiran anak-anak yang sedang liburan di rumah dan kemudian untuk sekedar kesenangan hati memburunya dengan menggunakan jepretan karet gelang.
Dalam tulisan ini saya akan mencoba sejauh mana penggunaan Teori Optimalisasi dalam penerapan Good Governanace di lingkungan kerja yang terbatas.

4. Lingkungan Kerjaku
4.1 Kesadaran sebagai Pegawai Negeri Sipil
Ada tiga ciri khusus yang melekat pada pegawai negeri yaitu sebagai abdi negara, abdi masyarakat dan birokrat. Ungkapam pemeranan ini sering terangkat ke permukaan tetapi yang mampu menghayatinya makin sedikit dan malahan yang mendengarnya pun sering tersenyum kecut atau meremehkan.
Setiap negara yang terbentuk di berbagai belahan dunia pasti memiliki asset yang dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan negaranya mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. Sebagai abdi negara, pegawai negeri berperan untuk menjaga asset tersebut agar dapat berfungsi dengan baik dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menjadi penjaga asset yang tangguh, pegawai negeri harus memiliki kemampuan ilmu pengtahuan, teknologi dan manajemen yang memadai. Kemampuan tersebut diperoleh dari pengalaman kerja melalui penugasan pada berbagai bidang dan jabatan, dari pendidikan dan pelatihan, dari proses pembelajaran secara mandiri, dan dari proses interaksi antar pegawai negeri sendiri baik secara paralel maupun vertikal.
Peran kedua yang sangat strategis bagi setiap pegawai negeri adalah sebagai abdi masyarakat. Pemeranan di bidang ini menunjukkan bahwa tugas apa pun yang dibebankan kepada dan dilakukan setiap pegawai negeri tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara umum. Ketika berperan sebagai abdi negara, harus disadari bahwa asset yang dijaganya diproritaskan untuk kepentingan masyarakat umum. Pengembangan asset akan sia-sia apabila hasilnya tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan pengembangan asset harus selalu dikaji dengan cermat dampaknya bagi kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan kedua peran mulia di atas dapat saja menjadi kontraproduktif apabila setiap pegawai negeri dapat meninterpretasikannya secara bebas. Setiap pegawai negeri adalah anggota organisasi pemerintahan yang menjadi salah satu organisasi kelengkapan negara. Setiap organisasi tentu saja memiliki aturan permainan Di lingkungan pemerintahan aturan permainan tersebut disebut birokrasi, sehingga angotanya disebut birokrat. Pada saat ini, pemahaman masyarakat terhadap birokrasi berkonotasi negatif. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan, salah satunya mungkin disebabkan oleh pelaksanaan birokrasi yang telah diracuni oleh sifat serakah manusia. Birokrasi tampaknya telah dijadikan alat untuk menunjukkan kekuasaan. Bukan hanya di bidang kepegawaian, banyak bukti menunjukkan keserakahan telah banyak menimbulkan bencana di berbagai kehidupan manusia. Birokrasi sendiri sebenarnya dapat dijadikan senjata ampuh untuk menghindari terjadinya keserakahan tersebut, karena pada hakikatnya birokrasi adalah sistem dan pengaturan agar setiap pegawai negeri dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik.
Penjelasan ketiga karakateristik pegawai negeri di atas menekankan kepada kita bahwa setiap pelaksanaan tugas pegawai negeri harus dilandasi efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas. Kemampuan yang didukung ilmu pengetahuan dan teknologi akan lebih menjamin pegawai negeri dapat bertindak efisien dalam setiap kegiatan produktfitasnya yaitu memanfaatkan sumber daya sekecil mungkin untuk menghasilkan produk yang telah direncanakan. Selain efisien dalam proses, produk yang dihasilkan harus efektif disetiap level proses yang mencakup hasil, manfaat, dan dampak. Tolok ukur efektifitas yang sering dituntut adalah setiap produk pelaksanaan tugas harus bermafaat bagi masyarakat dan pemanfaatannya berkelanjutan. Efektifitas hanya dapat dicapai apabila pelaksanaan tugas di dukung proses perencanaan dan sistem pemantauan dan evauasi yang memadai Selain dukungan kemampuan iptek, efektifitas dapat dicapai apabila pegawai negeri memiliki sikap inter dan intrapersonal, wawasan multidisiplin, dan pemahaman kewilayahan yang bersifat komprehensif dan integratif. Pemberian status sebagai birokrat seharusnya lebih menjamin pegawai negeri mampu bekerja dengan profesional yang menjunjung tinggi etika profesinya.

4.2 Departemen Pekerjaan Umum Wadah Pengabdianku
Pelaksanaan tugas dan fungsi dari seorang pegawai negeri sebagaimana harapan di atas sangat tergantung pada sistem pembinaan terhadap status dan kedudukan dalam organisasi pmerintahan. Tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan di tingkat pusat terbagi habis dalam level departemen dan lembaga nondepartemen. Visi dan misi dirumuskan dalam level ini, sedangkan level organisasi di bawahanya hanya merumuskan visi dan misi operasionalnya. Oleh karena itu pembinaan status dan kedudukan pegawai negeri pusat sebaiknya berada di level departemen.
Dengan demikian setiap pegawai negeri dapat mengembangkan kapasitasnya sesuai dengan visi dan standar etika profesi pada departemen tersebut. Dalam mengaktualisasikan diri sebagai pegawai negeri yang profesional, mereka tidak akan terlalu khawatir bertentangan pada level operasional. Hal ini akan memberikan dampak positip pada pengembangan kreativitas kerja yang sangat bermanfaat dalam pewujudan visi.

4.3 Penugasan dalam Karier
Karena pembinaan status dan kedudukan berada pada level departemen, penugasan dalam karier pegawai negeri pusat dalam jabatan baik struktural maupun fungsional, dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan melaksanakan tugas khusus menjadi anggota suatu tim kerja atau menghadiri suatu kegiatan strategis dilakukan oleh departemen.
Pembinaan karier tersebut dapat dilakukan dengan baik apabila departemen memiliki peta karier setiap anggota pegawai negerinya. Peta karier tersebut berisi catatan pelaksanaan tugas yang sudah dan sedang dilaksanakan. Karakteristik pengalaman setiap pegawai negeri bisa berbeda. Ada yang dibina dengan penugasan yang relatif seragam selama kariernya dan ada pula yang sangat bervariasi. Ke dua tipe pegawai negeri ini sangat diperlukan dalam proses pewujudan visi karena mereka lebih banyak bekerja dalam tim. Keahlian mikro akan menunjang proses peningkatan efisiensi, sedangkan keahlian makro sangat bermanfaat pada proses efektifitas.
Pembinaan karier disesuaikan dengan catatan produktifitas. Pada tahap awal karier pembinaan difokuskan pada keahlian mikro khususnya dalam mengembangkan kemampuan dalam pengolahan data yang menunjang kompetensi dasarnya yang sesuai dengan keilmuan yang dikuasainya. Pada tahap tertentu pembinaan dilakukan untuk memperoleh sumber daya manusia dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan untuk mewujudkan visi. Ada pegawai negeri yang lebih cocok tetap di jalur mikro dan ada pula yang lebih menyukai jalur makro. Kedua jalur keahlian ini sangat penting dan bermafaat bagi organisasi, tidak ada yang lebih penting atau kurang penting. Keduanya saling mengisi, dan malahan bersinergi dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi organisasi.

4.4 Unit Kerja
Unit kerja adalah satuan organisasi level tertentu yang dibebani tugas pokok dan fungsi. Tugas pokok dan fungsinya diturunkankan dari visi dan misi Departemen dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari departemen. Unit kerja bekerja sebagai satuan tim yang terdiri dari seorang pimpinan dan beberapa staf. Dalam bekerja mereka selalu berhubungan secara vertikal yaitu dengan atasan dan bawahan, dan secara horizontal yaitu dengan unit kerja lainnya.
Hubungan vertikal ke atas terdiri dari atasan dan atasan langsung. Tidak ada ketentuan baku harus berapa level di atasnya yang menjadi atasan dan atasan langsung. Yang paling sering ditemukan, atasan langsung biasanya pejabat satu level di atasnya. Di dalam prilaku organisasi pegawai negeri, atasan langsung sering kali sangat dominan.
Permasalahan organisasi yang sering terjadi karena tidak terciptanya komunikasi yang baik antara atasan langsung dengan bawahannya. Sebenarnya masalah ini tidak perlu terjadi karena tim pada unit kerja adalah kesatuan tim yang memiliki visi dan misi yang sama. Jadi permasalahan terjadi karena miskinnya pemahaman anggota tim terhadap visi. Departemen berperan sangat penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selama ini penyelesaian masalah lebih sering mengorbankan bawahan, padahal seharusnya tidak demikian. Penyelesaian masalah organisasi harus difokuskan pada bagaimana visi dapat diwujudkan dengan efektif dan efisien. Jika hal ini dilakukan setiap pegawai negeri akan memberikan karyanya yang terbaik, bukan karya biasa-biasa saja yang hanya untuk menyenangkan atasan.

5. Apa yang Harus Kuperbuat?
Memperhatikan karakteristik pegawai negeri dengan segala kekurangan dan kelebihan sebagaimana dibahas dan atas, perlu dicari format yang paling pas agar tugas pokok dan fungsi dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip Good Governance. Agar tidak mudah berubah. format tersebut harus dirumuskan dari potensi internal yang membumi, sehingga uapaya penerapannya dapat dilaksanakan dengan mudah konsisten.
5.1 Visi yang Kuat
Memiliki visi yang kuat sama dengan memiliki kompas yang akurat dalam menempuh berbagai kehidupan. Visi seorang pegawai negeri seharusnya tidak terlepas dari karakteristiknya yang merupakan landasan philosofi bagaimana seseorang dapat menjadi pegawai negeri yang baik.
5.2 Mulai dengan Aksi
5.3 Jaga Irama Semangat Bekerja

6. Bukan Mimpi di Siang Bolong
6.1 Prinsip yang Melekat
6.2 Banyak yang Bisa Dilakukan
6.3 Berusaha Lebih Baik Lagi

Penerapan Prinsip Good Governance di Lingkungan Kerja:
Saat ini saya ditugaskan di bidang Kompetensi dan Kurikulum Keahlian Konstruksi (K4). Bidang ini merupakan salah satu dari empat bidang/ bagian yang ada di Pusat Pembinaan Keahliah dan Teknik Konstruksi, BPKSDM. Dep. PU. Prinsip-prinsip Good Governanace yang teah diterapkan di lingkungan kerja saya adalah sebagai berikut.
1. Partisipasi
· Pembinaan kemitraan dan pengembangan masyarakat di bidang K4
§ Program pembinaan
§ Pedoman teknik pembinaan
§ Pelaksanaan dan pengembangan sistem dan layanan teknis pembinaan
ü Bekerja sama dengan LSM, perguruan tinggi dan pakar
ü Bekerja sama dengan P3A (pengairan)
§ Penyusunan dan diseminasi materi pembinaan
ü Dilaksanakan oleh balai-balai layanan teknis di seluruh Indonesia

· Trilogi SDM penyelenggara IPU
o Aparatur
§ Peningkatan kompetensi fungsional melalui pelatihan
§ Peningkatan kompetensi keahlian melalui pendidikan
o Mitra Kerja
§ Melibatkan mitra kerja dalam rangka pencapaian sasaran yang lebih baik.
o Masyarakat
§ Menggali kebutuhan masyarakat/ stakeholder.
· Materi Ajar Community Base Development disampaikan kepada karyasiswa D3, D4, Magister

2. Penegakan Hukum

· Sosialisasi produk hukum perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan IPU
· Penyususunan norma, standar, pedoman dan manual untuk tertibnya pelaksanaan tugas dan fungsi khusus yang dikaitkan dengan era otonomi daerah dan globalisasi.
· Penyelesaian akar masalah penyimpangan tugas yang diakibatkan oleh kehilangan komunikasi
o Menindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku terhadap perbuatan yang diindikasikan ada penyimpangan/ penyelewengan
· Melakukan pembenahan-pembenahan masalah admnistrasi yang diperlukan
· Diseminasi NSPM kepada seluruh aparatur dan mitra kerja
· Materi ajar yang berlandaskan NSPM agar lulusan lebih siap bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku

3. Transparansi
· Pengembangan sistem informasi, khususnya sistem data base yang dapat diakses oleh seluruh pihak terkait.
· Pemuatan program kerja, rencana kegiatan dan kemajuan pelaksanaan pekerjaan di homepage Pusbiktek
· Penerbitan buletin sebagai media komunikasi seluruh jejaring kerja
· Pertemuan berkala antara pimpinan dengan seluruh staf
o Informasi kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh pimpinan
o Masukan terbuka dari seluruh staf
o Usulan peningkatan kinerja dari seluruh staf
· Pertemuan informal dan pembekalan rohani melalui organisasi KORPRI

4. Kesetaraan

· Memberikan perhatian kepada pihak-pihak yang kurang beruntung:
o Perhatian kepada daerah-daerah yang belum berkembang termasuk kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan kualitas SDM-nya
o Pemberdayaan masyarakat yang miskin dan lemah untuk tetap terakomodasi dalam proses pengambilan keputusan.
· Pelaksanaan kesetaraan jender dalam tugas dan karir.
· Tekad bersama untuk melaksanakan prinsip-prinsip HAM

5. Daya Tanggap
· Penyelesaian akar masalah yang menimbulkan keresahan, khususnya yang diakibatkan oleh kehilangan komunikasi
· Pengembangan silabus kurikulum yang bersifat dinamis untuk mengakomodasi dinamika perubahan lingkungan strategis

6. Wawasan Ke Depan
· Sosialisasi penghayatan visi dan misi.
· Pengembangan landasan-landasan penyelenggaraan tugas dan fungsi yang bersifat strategis sehingga mampu menjawab tantangan ke depan khususnya yang terkait dengan pengembangan konsep pembangunan manusia seutuhnya.
· Pembukaan program studi sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan ke depan.
· Pengembangan kurikulum dengan landasan yang kuat (sesuai dengan pengembangan landasan di atas) disesuaikan dengan konteks dan lingkungan yang mempengaruhinya.
· Pengembangan konsep diri, khususnya konsep kemandirian, kebersamaan, dan belajar sepanjang hayat.
· Memberikan motivasi kepada staf untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan strategis.
· Memberikan motivasi kepada karyasiswa untuk siap menghadapi tantangan ke depan melalui pelaksanaan bimbingan dan konseling yang intensif.

7. Akuntabilitas
· Menyelenggarakan tugas dan fungsi sesuai dengan NSPM yang berlaku
o Pengembangan indikator kinerja agar pelaksanaan tugas dan fungsi terukur secara objektif
o Pelaksanaan disiplin anggaran rutin dan pembangunan
· Menyusun program dan kegiatan secara komprehensif, integratif dan fungsional agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

8. Pengawasan
· Pelaksanaan waskat
· Kooperatif dalam pemeriksaan internal dan eksternal
· Melaksanakan prinsip transparansi dengan menindaklanjuti masukan-masukan dari masyarakat.

9. Efisiensi dan Efektivitas
· Mengoptimalkan pemanfaatan dana dan memaksimalkan pencapaian sasaran
· Menyusun harga satuan pekerjaan yang rasional sesuai dengan pasar.
· Pengembangan standar kompetensi
· Peningkatan kemampuan manajemen melalui pembagian tugas (desentralisasi tugas) yang adil dan bertanggung jawab, dan pelatihan dan pendidikan.
o Menugaskan staf untuk mengikuti pendidikan pada program studi yang sesuai tugas dan fungsi lembaga.
· Pengembangan kurikulum program studi berlandaskan kompetensi
· Pengembangan muatan lokal dalam pengembangan kurikulum dan materi ajar
· Pengembangan sistem seleksi penerimaan karyasiswa yang tidak hanya berdasarkan kemampuan intelektualitas.
· Melaksanakan survey untuk mengetahui tingkat kepuasan stakeholder.

10. Profesionalisme
· Penempatan personil sesuai dengan pengalaman kerja dan keahliannya.
· Meningkatkan layanan kepada stakeholder dan masyarakat.
· Pengembangan kurikulum yang berwawasan kompetensi untuk menjawab gap kompetensi yang terjadi.
· Penyusunan kurikulum program studi bersama-sama dengan perguruan tinggi mitra kerja dan seluruh stakeholders sesuai dengan kebutuhan kimpraswil.
· Penyelenggaraan program bimbingan konseling secara intensif kepada karyasiswa D3, D4, dan Magister, berupa program Student Support Services dan Career Planning Development.
· Melaksanakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
o Pelatihan Teknik Pembelajaran kepada pengajar
o Pelatihan pelaksanaan good governance
o Pelatihan administrasi dan manajemen penyelenggaraan tugas
Pelatihan penyelenggara bimbingan konseling.

No comments: