Sunday, February 25, 2007

PENEGAKAN HUKUM DI LINGKUNGAN PENGGUNA INFRASTRUKTUR JALAN : Sebagai Kontribusi dalam Upaya Penegakan Hukum Nasional

Ketidakberdayaan dalam Penegakan Hukum sebagai Titik Lemah Pembangunan Bangsa

Sepertinya Bangsa Indonesia tidak pernah berhenti ditimpa kemalangan. Berbagai bencana, baik bencana alam maupun akibat perbuatan manusia, datang silih berganti. Hanya karena ketidakberdayaan, banyak diantara kita pasrah. Ketika bencana menimbulkan korban jiwa dan benda yang sangat besar kita tetap pasrah dan dengan enteng mengatakan bahwa peristiwa itu sudah menjadi kehendak alam. Mengapa keadaan alam yang sering menjadi tumpuan kesalahan padahal kita dianugrahi kemampuan untuk dapat mengurangi dampak bencana? Rasa-rasanya masih jarang diantara kita yang timbul kesadaran untuk mengurangi akibat bencana alam tersebut dengan segala keterbatan kita sebagai manusia.
Hukum lahir sekurang-kurangnya karena ada dua kepentingan utama. Pertama adalah untuk meperkuat pencapaian tujuan yang bermanfaat bagi objek hukum. Dan kedua adalah untuk memengantisipasi dampak negatif. Karena penerapan hukum berfungi multi dimensi, baik bagi si pelaku maupun lingkungannya, sehingga perlu ada upaya-upaya penyadaran, fasilitasi dan pemaksaan.
Penyadaran kepada setiap pelaku hukum merupakan bagian dari proses pendidikan baik secara formal maupun informal. Sehingga kesadaran berhukum tidak dapat terjadi secara instan, tetapi memerlukan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus dan waktu yang panjang. Seberapa lama kesadaran berhukum dapat terwujud? Hal ini tergantung pada jenis hukumnya dan upaya-upaya sistematis yang dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat.
Pembina hukum perlu memfasilitasi agar objek hukum lebih mudah mengikuti hukum yang diberlakukan. Pemfasilitasian dapat dilakukan dengan baik apabila karakteristik psikologi objek hukum dapat dipahami dengan baik. Sebagai salah satu contoh, pengendara cenderung akan melanggar lampu pengatur lalu lintas di suatu persimpangan jalan jika jeda pengaturan lampu tersebut terlalu lama atau terlalu sebentar sehingga timbul kekesalan pada diri si pengendara. Pemfasilitasian adalah kegiatan rasional yang perlu didukung berbagai disiplin ilmu yang tidak terbatas pada bidang ilmu hukum saja. Namun, penerapan pemfasilitasian untuk mendukung penerapan hukum tersebut bobotnya tidak sama untuk setiap hukum. Ada hukum yang harus ditekankan pada aspek pemaksaan, karena memang penerapan hukum tersebut bertentangan dengan prilaku dasar manusia yang ingin selalu mencari kemudahan. Walaupun demikian, upaya pemfasilitasian harus tetap dilakukan agar prilaku yang bertentangan tersebut sejauh mungkin dapat diakomodasi. Misalnya, orang akan menyebrang jalan pada tempatnya jika tersedia fasilitas penyebrangan yang cukup, tetapi karena kecukupan fasilitas sifatnya relatif orang harus dipaksa untuk menyebrang jalan pada tempatnya.


Mengapa Pengguna Jalan Menjadi Target Prioritas

Jaringan jalan adalah prasarana dasar umum yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Beraneka ragam latar belakang manusia menggunakan jalan sebagai penunjang kehidupannya. Pada saat-saat tertentu setiap harinya, dan hari-hari tertentu setiap tahunnya, sebagian jalan tertentu dipadati oleh penggunanya untuk berbagai kepentingan.
Dilihat dari kepentingan penggunanya, jalan terbagi menjadi jalan umum dan jalan khusus. Rangkaian jalan, di dalamnya termasuk jalan umum dan khusus, membentuk suatu sistem jaringan. Jaringan jalan antar kota disebut dengan Sistem Primer sedangkan di dalam kota disebut Sistem Skunder. Dalam setiap sistem tersebut jaringan jalan dikelompokkan menurut fungsi dan administrasi penanganannya. Berdasarkan fungsi, jaringan jalan dikelompokkan menjadi jalan arteri, kolektor dan lokal, sedangkan menurut administrasi penanganannya terbagi menjadi jalan nasional, provinsi, kabupaten/ kota, dan jalan desa.
Setiap kelompok jalan memiliki karakteristik tertentu. Jalan yang berfungsi arteri misalnya, memiliki hambatan perjalanan yang paling kecil. Di Indonesia penerapan aturan untuk mewujudkan fungsi jalan sebagaimana karakteristik belum menjadi perhatian utama, kecuali di beberapa jalan khusus dan jalan tol. Jalan arteri, misalnya, masih dimanfaatkan oleh berbagai pengguna jalan dari pejalan kaki, pedagang, kendaraan tidak bermesin sampai dengan kendaraan berat. Penggunaan yang tidak beraturan tersebut menimbulkan hambatan perjalanan yang tinggi, malahan sampai menimbulkan kemacetan total setiap harinya. Jika dihitung secara ekonomi, hambatan perjalanan tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang nilainya bisa melebihi keperluan biaya pemeliharaan jalan tersebut. Oleh karena itu pemanfaatan jalan harus diatur dengan ketat agar setiap ruas jalan dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Mengingat karakteristik pengelolaan penyelenggaraan jalan dan cakupan variasi penggunanya yang sangat luas, penegakan hukum di jalan raya sangat strategis sebagai ajang pembelajaran bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Tujuan Prinsip Pengaturan Pengguna Jalan

Setiap pengguna jalan selalu mengharapkan mobilitas yang lancar, nyaman dan aman, maka sangat tepat jika perencanaan dan pemanfaatan jaringan oleh pengguna dengan berbagai kepentingan tersebut diatur dengan ketat. Pengaturan pertama yang wajib dilakukan adalah menerapkan ilmu teknis jalan dalam proses perancangan. Dalam ilmu perencanaan jalan dikenal bagaimana merancang struktur konstruksi jalan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pengguna jalan. Hukum-hukum fisika dan mekanika diterapkan untuk menjamin kendaraan dapat melaju di jalan dengan aman dan nyaman. Berdasarkan prinsip ilmu geometrik, jalan dirancang agar kebutuhan pandangan bebas, penyeimbangan atas daya lenting di tikungan jalan, penyediaan jalur khusus untuk berbagai keperluan pemisahan pengguna jalan, dan kontinyuitas dalam mempertahankan kecepatan rencana dapat dipenuhi dalam praktik penggunaan jalan. Ilmu perencanaan perkerasan dan material jalan terus dikembangkan untuk mendukung agar ilmu geometrik jalan dapat diterapkan dengan optimal.
Sejak awal, pada tahap perencanaan, segala sesuatu yang akan mempengaruhi fungsi jalan harus sudah dapat diidentifikasi. Yang paling sulit diidentifikasi adalah dampak dari pengembangan ruang. Sebagaimana diakui oleh banyak pihak jalan sering menjadi penggerak utama pertumbuhan ruang dan wilayah. Keberadaan prasarana jaringan jalan telah mengundang pekerja dan investor dari berbagai kalangan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di wilayah tersebut.
Perencanaan dan pengaturan pemanfaatan ruang akan memberikan dampak pada kelancaran dan kenyamanan pengguna jalan. Suatu ruas jalan yang sehari-hari mengalami kemacetan disebabkan ketidak mampuan perencana mengantisipasi pekembangan wilayah. Setelah kemacetan itu terjadi, pengelola jalan sudah tidak berdaya dalam mengembangkan jaringan jalan, selain karena mahalnya biaya pembangunan infrastruktur, juga disebabkan keterbatasan ruang. Oleh karena itu pengaturan pemanfatan ruang harus ditegakkan dengan konsekuen, jika tidak, banyak masyarakat yang akan dirugikan, tidak terbatas pada pengguna jalan saja. Contoh konkret dampak kelemahan dalam pemgaturan ruang adalah, kemacetan lalu lintas yang melanda hampir seluruh wilayah Kota Bandung.
Pengaturan manajemen lalu lintas memberikan sumbangan yang besar untuk menciptakan kelancaran, kenyamanan dan keamanan di jalan raya. Kesalahan dalam mnerapkan manajemen lalu lintas telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat. Kota Bogor dan sebagian ruas jalan di Kota Bandung sehari-hari macet total karena pengaturan sistem angkutan kota yang kurang tepat.Kota-kota besar di Indonesia cenderung tumbuh menjadi kota megapolitan. Dimana pun di dunia pengelola kota megapolitan dituntut untuk dapat menyediakan prasarana transportasi umum yang murah, aman dan nyaman. Pada tahap awal pertumbuhan kota, kendaraan penumpang biasa dengan kapasitas kecil mampu memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat pengguna transportasi umum karena pemilihan jenis kendaraan kecil tersebut telah memberikan fleksibiltas mobilitas yang tinggi. Namun, fleksibilitas tersebut telah mendidik masyarakat menjadi manja. Mereka dapat naik dan turun kendaraan umum di mana saja. Ketika volume lalu lintas semakin besar, penghentian kendaraan di sembarang tempat menimbulkan gangguan dan kemacetan bagi pengguna jalan lainnya. Kebiasaan pengguna anggkutan umum tersebut telah menjadi penyakit masyarakat yang sulit untuk disembuhkan.
Aspek lain yang tidak kalah menonjol dalam menunjang terciptanya kelancaran, kenyaman dan keamanan berlalu-lintas adalah prilaku pengguna jalan itu sendiri. Secara umum sebagian prilaku pengguna jalan telah diakomodasi dalam proses perencanaan, sehingga setiap pengguna jalan secara naluri terdorong untuk memenuhi aspek keamanan berlalu lintas. Namun tidak ada perencanaan yang mampu untuk memenuhi seluruh aspek dasar perencanaan yang berlaku sepanjang waktu, bukan karena masalah teknis tapi lebih banyak pada faktor efisiensi. Penerapan ilmu perencanaan lebih sering mengakomodasi konsep optimalisasi bukan konsep maksimalisasi.

Kelengkapan Dasar Jalan untuk Keamanan dan Keselamatan

Tanda Lalu Lintas. Hampir setiap ruas jalan dilengkapi dengan tanda-tanda lalu lintas. Pemasangan tanda lalu lintas adalah untuk memberikan petunjuk kepada setiap pengguna jalan agar dapat memanfaatkan jalan dengan sebaik-baiknya. Tanda-tanda lalu lintas bisa berupa informasi lokasi dan arah, peringatan, larangan, keharusan, dan anjuran. Tanda-tanda lalu lintas yang terkait dengan aspek keamanan dan keselamatan biasanya berupa peringatan, larangan dan keharusan.
Tanda larangan yang paling sering dilanggar adalah tanda dilarang berhenti. Tujuan awal dari pemasangan tanda dilarang berhenti adalah untuk kelancaran lalu-lintas. Namun ketika dilanggar dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan fatal, terutama untuk kendaraan-kendaraan yang sedang melaju searah. Hal ini disebabkan kendaraan yang berada di belakang kendaraan yang berhenti di lokasi terlarang sering tiba-tiba pindah jalur tanpa memperhatikan kendaraan di belakangnya.
Pengguna jalan yang paling banyak melanggar tanda larangan ini adalah pengendara angkutan umum. Pengguna angkutan umum sering mendorong terjadinya pelanggaran ketika mereka menunggu kendaraan umum di lokasi terlarang tersebut. Namun, pengendara kendaraan umum yang tidak disiplin tetap menjadi penyebab utama pelanggaran tersebut karena kendali utama pada situasi tersebut tetap berada di tangannya.
Tanda lalu-lintas lainnya yang sering dilanggar adalah tanda keharusan menggunakan lokasi penyebrangan bagi pejalan kaki. Sifat manusia selalu ingin mudah dan egois. Tidak ada larangan untuk menerapkan sikap ini asal jangan merugikan orang lain. Menyebrang jalan di sembarang tempat, selain membahayakan dirinya sendiri, juga sangat membahayakan pengguna jalan lainnya.

Marka Jalan. Walaupun fungsinya sangat penting, banyak ruas jalan yang tidak dilengkapi dengan marka jalan, khususnya pada ruas jalan kabupaten atau lokal, dan jalan desa. Marka jalan yang paling banyak digunakan adalah marka pembagi jalur jalan. Pemasangan marka pembagi jalur untuk berbagai tujuan, antara lain: membagi jalur menjadi dua arah, membagi jalur menjadi beberapa lajur searah, dan mengatur pengendara agar tetap berada di lajurnya. Yang paling sering dilanggar adalah marka pembagi jalur untuk tetap di jalurnya atau di lajurnya. Yang paling banyak melanggar adalah kendaraan roda 2, tetapi jumlah pelanggaran pengendara roda 4 pun cukup signifikan. Pelanggaran oleh oleh pengendara roda 2 sudah sangat membahayakan. Mereka hanya berpikir jika terjadi perpapasan dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan, mereka yakin lawan kendaraannya akan mengalah. Tampaknya, tingkat pelanggaran sudah sedemikian rupa sehingga berdampak pada pembudayaan bahwa pelanggaran hukum adalah biasa di negeri ini. Seharusnya jika pelanggaran sudah mencapai tingkat tertentu, maka pemasangan marka jalan tersebut menjadi tidak efektif sehingga sebaiknya disesuaikan atau dihapus saja.
Marka jalan lainnya yang sering digunakan, khsususnya di dalam sistem jaringan jalan skunder antara lain adalah marka: penyebrangan pejalan kaki, batas penghentian kendaraan di persimpangan jalan, pembatas lajur jalan efektif, dan penunjuk arah di daerah persimpangan. Pelanggaran sering terjadi pada marka batas penghentian terutama oleh pengendara roda dua. Salah satu sifat buruk pengendara roda dua adalah kecenderungan untuk menyelinap. Ketika kendaraan roda 4 sudah berada di marka batas penghentian, pengendara kendaraan roda 2 menyalip ke depan dan melanggar marka tersebut.

Trotoar. Pengguna jalan tidak hanya pengendara. Kenyamanan, keamanan dan keselamatan pejalan kaki pun harusnya dapat diakomodasi oleh pengelola jalan. Ketika ruas jalan memasuki daerah permukiman, seharusnya jalan dilengkapi dengan trotoar untuk pejalan kaki. Tampaknya sekarang penyediaan fasilitas trotoar sering diabaikan. Dalam pekerjaan pelebaran jalan, yang dilakukan hanya pelebaran bagian perkerasan saja. Pengelola jalan lebih berpihak pada pemberian kenyaman pada pengendara kendaraan di bandingkan aspek keselamatan pengguna jalan secara keseluruhan. Seharusnya pengambil kebijakan selalu menomorsatukan aspek keselamatan. Apabila ruang prasarana terbatas, diterapkan manajemen lalu lintas. Pada kondisi tertentu dimana kondisi ruang sudah tidak kondusif, kenyamanan pengendara yang harus dikorbankan, misalnya menghadapi antrian dan kemacetan.
Pelanggaran yang sering ditemukan di lapangan adalah pejalan kaki tidak memanfaatkan trotoar. Mereka dengan sengaja berjalan di atas perkerasan jalan. Yang lebih parah lagi mereka berjalan bergerombol sehingga membahayakan pengendara dan menyebabkan kemacetan. Tidak ada pencegahan pelanggaran yang lebih baik kecuali menumbuhkan kesadaran hukum bagi pejalan kaki, disamping pengendalian secara berkala dan acak oleh aparatur penegak ketertiban dan hukum di lapangan.

Median. Fungsi utama median jalan adalah untuk mengarahkan pengendara agar tetap berada di jalur atau lajurnya. Median paling sering digunakan untuk memisahkan lalu lintas yang berlainan arah. Fasilitas median pun banyak digunakan di bagian inlet persimpangan jalan agar pengendara tetap di jalurnya sesuai dengan arah yang ditempuhnya.
Tujuan utama pemasangan median adalah untuk aspek keselamatan. Pemasangan median sering mengurangi kapasitas ruas jalan, karena menutup fleksibilitas pengendara pengguna jalan untuk pindah jalur ketika ada hambatan di depannya. Walaupun sering ada protes dari pengendara, para pengelola jangan ragu memasang median pada ruas jalan dengan lebar perkerasan jalan tertentu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Selain berfungsi sebagai pemisah arus kendaraan, median juga berfungsi sebagai tempat transit bagi pejalan kaki ketika menyebrangi jalan. Oleh karena itu, ada standar ukuran median. Selain untuk kenyamanan dan kemananan bagi penyebrang, pemberlakuan ukuran standar untuk memudahkan penangkapan jatuhnya pandangan oleh pengendara.
Yang sering terjadi di lapangan adalah kesemerawutan dalam menetapkan dimensi median dan pemasangan median yang tidak memperhatikan faktor keselamatan. Median tidak perlu tinggi sebagaimana dipasang di Jalan Raya Barat Cimahi, selain mengganggu keindahan, juga sering menyebabkan kerusakan body bagi pengendara roda 4 yang menyerempetnya. Di daerah inlet median sering terjadi kecelakaan yang disebabkan tidak ada transisi bagi pengendara untuk memberikan kesadaran adanya bangunan median di depan. Pengendara antar kota yang paling banyak menjadi korban. Hampir sepanjang perjalanannya mereka berada di ruas jalan tanpa median, ketika akan masuk ke perkotaan mereka tidak awas atas keberadaan median. Kecelakaan fatal sering terjadi pada waktu menjelang sore atau malam hari. Untuk mencegah kecelakaan tersebut perlu diterapkan dengan ketat standar perancangan untuk membuat transisi menuju median. Standar tersebut mencakup tanda lalu lintas, dimensi, marka jalan, dan lampu penerangan.

Bahu Jalan. Dari sisi aspek keselamatan pengguna jalan, kesalahan paling fatal yang dilakukan oleh pengelola jalan adalah ketika jalan dirancang atau dibangun tanpa dilengkapi sama sekali dengan bahu jalan atau trotoar. Tampaknya kesalahan ini banyak dilakukan pengelola khususnya di daerah permukiman di pinggiran kota. Bahu jalan berfungsi sebagai penyangga bagian perkerasan jalan dan dapat dimanfaatkan untuk penghentian kendaraan dalam keadaan darurat. Bahu jalan bukan trotoar, tetapi dalam kondisi yang terpaksa bahu jalan dapat dimanfaatkan untuk pejalan kaki.
Karena bukan untuk menerima beban kendaraan, konstruksi bahu jalan berbeda dengan konstruksi perkerasan. Untuk kemudahan pemeliharaan, konstruksi bahu jalan sering diberi lapisan perkerasan. Namun, penampakan yang sama dengan perkerasan mendorong pengendara untuk menggunakan bahu jalan ketika di depannya ada hambatan. Penggunaan yang tidak semestinya menyebabkan konstruksi bahu jalan sering mengalami kerusakan lebih awal. Selain itu, penggunaan bahu jalan di jalur cepat sangat membahayakan dirinya dan pengguna jalan lainnya.

Hump. Hump atau gundukan, atau bagian perkerasan jalan yang ditonjolkan berfungsi untuk mengurangi kenyamanan pengendara jalan sehingga secara otomatis pengendara akan mengurangi laju kendaraannya. Hump banyak digunakan di daerah permukiman dan di lokasi masuk gerbang atau suatu lokasi berbahaya. Yang sering menjadi masalah adalah konstruksi hump di permukiman yang dibuat oleh masyarakat. Biasanya pembuatannya tidak mengikuti standar sehingga membahayakan pengendara dan mempercepat terjadinya kerusakan kendaraan.

Prilaku Pengguna Jalan di Barat dan Indonesia

Ada guyonan yang menceritakan bahwa pengendara di jalan raya di Indonesia adalah orang gila karena tidak mengindahkan segala peraturan lalu-lintas yang berlaku. Berbeda dengan di negara Barat, mereka berbudaya tinggi sehingga sangat mengindahkan peraturan. Namun, kecelakaan fatal sering terjadi di negara Barat, karena tanpa tedeng aling mereka akan menghantam pengguna jalan yang tidak mengikuti peraturan. Mereka tidak akan mengalah ketika berhadapan dengan penyebrang jalan di sembarang tempat atau kendaraan yang tiba-tiba nyelonong ke jalur lain. Peraturan rimba lalu lintas Indonesia yang tidak tertulis adalah mendahulukan pengendara yang lebih dahulu menguasai medan walaupun bukan haknya. Misalnya, kendaraan yang lurus harus mengalah ketika kepala kendaraan yang akan membelok sudah masuk ke jalurnya. Di Barat, kendaraan yang datang dari ruas jalan yang hierarkinya lebih rendah harus berhenti dahulu sebelum masuk ruas jalan yang hierarkinya lebih tinggi. Mereka akan masuk jalur apabila yakin jalur tersebut bebas.
Penerapan manajemen lalu lintas di Barat selalu berdasarkan kajian yang mendalam dengan memperhatikan data statistik yang menunjukkan karakteristik pengguna jalan pada ruas jalan tersebut. Misalnya, jika tingkat kesulitan akses masuk ke ruas jalan yang hierarkinya lebih tinggi adalah tinggi sehingga dapat mempengaruhi kesabaran pengguna jalan, maka harus diterapkan pengaturan lalu lintas. Yang terjadi di Indonesia sebaliknya, jika sering terjadi pelanggaran di suatu lokasi, maka dijadikan jebakan oleh oknum penegak hukum.
Baik penegak hukum maupun masyarakat di Barat sudah siap untuk melaksanakan peraturan dengan konsekuen disegala bidang. Tentunya masih akan ada pelanggaran, tetapi pelanggaran yang terjadi bukan menjadi kebiasaan melanggar yang seolah-olah tidak ada peraturan.
Bangsa Indonesia jangan terlalu bersedih. Anak bangsa yang sedang berada di negara Barat, mereka dengan konsekuen mengikuti peraturan yang berlaku. Yang aneh adalah orang Barat yang ada di Indonesia. Ternyata banyak diantara mereka yang terimbas oleh budaya indisiplin di negara kita, misalnya saling serobot di jalan raya.
Dengan demikian sistem yang baik akan memberikan kontribusi yang besar terhadap penegakan peraturan. Sistem yang baik akan mengurangi ruang gerak petualang-petualang yang terbiasa melanggar hukum. Ada anggapan sebaik apapun sistem yang dibuat, tidak akan berfungsi dengan baik apabila sikap pelakunya asosial. Dalam setiap struktur masyarakat tentu saja ada sebagian anggotanya yang asosial. Namun secara umum akan lebih banyak manusia yang masih menghargai nilai dan norma kebaikan. Perbaikan prilaku memerlukan proses yang panjang. Proses yang panjang akan memerlukan sistem. Oleh karena itu, upaya-upaya penegakan hukum sebaiknya lebih ditekankan pada perbaikan sistem sambil berupaya memperbaiki sikap masyarakat melalui proses pembelajaran dan pedidikan. Peluang penerapan proses pembelajaran tersebut yang cukup menjanjikan adalah upaya penegakan peraturan di jalan raya.

Wilayah Prioritas Penegakan Hukum

Sejak satu dekade yang lalu, di jalan raya di Indonesia sering terpampang selogan ”Anda memasuki wilayah tertib lalu lintas”. Tidak jelas maksud slogan itu untuk apa. Tetapi mungkin segala peraturan yang terkait dengan pemanfaatan jalan akan diterapkan di wilayah tersebut. Artinya, target slogan tersebut tidak hanya kepada pengguna jalan, tetapi juga kepada penegak hukum. Harapannya, apabila masyarakat dan penegak hukum bisa menerapkan peraturan di wilayah tersebut, akan menjadi proses pembelajaran untuk dapat diterapkan di bagian wilayah lainnya.
Program tersebut sebaiknya dilanjutkan dan daerahnya diperluas tanpa mengabaikan efektifitas dari program tersebut. Kita tidak mungkin mengubah prilaku masyarakat dalam seketika dan serentak di sekuruh wilayah. Tanpa pengawasan dan pengendalian oleh aparat yang berwenang, penegakan hukum oleh masyarakat akan sangat sulit.
Wilayah prioritas penegakan hukum berlalu-lintas yang strategis antara lain adalah: di ruas jalan tol, di ruas jalan protokol, di lokasi titik kemacetan, dan lokasi lainnya yang sebagian besar anggota masyarakatnya dianggap memiliki kesadaran tinggi untuk mematuhi hukum. Ruas-ruas jalan tersebut dipilih karena memiliki karakteritik tertentu yang mudah dipahami oleh masyarakat. Setiap pengendara yang memasuki jalan tol sudah menyadari adanya peraturan yang harus dipatuhi. Masyarakat perkotaan dapat memahami jalan protokol sebagai jalan utama yang memberikan citra kepada kotanya. Pengguna jalan sangat menginginkan kemacetan lalu lintas dapat dikurangi dan hal itu dapat dicapai apabila titik-titik penyebab kemacetan dapat diatasi. Beberapa titik kemacetan sering dijumpai adalah di lokasi pasar dan pusat keramaian lainnya.

Pengaturan Pengguna Jalan

Pengguna jalan terbagi menjadi pengendara dan pejalan kaki. Kendaraan di jalan raya terbagi menjadi kendaraan berat dan kendaraan ringan. Pengaturan pengendara kendaraan berat sudah cukup baik dilakukan antara lain dengan membatasi daerah dan waktu operasinya. Kendaraan ringan terbagi menjadi kendaraan bermesin yang dapat melaju dengan lebih cepat, dan tidak bermesin yang melaju lebih lambat.
Permasalahan yang terkait dengan pengguna jalan yang sering menjadi pusat perhatian adalah bagaimana mengatur prioritas penggunaan jalan bagi pengendara roda empat atau lebih, pengendara speda motor, pengendara sepeda, pejalan kaki, dan pengendara kendaraan tidak bermesin lainnya. Sejak Pemerintah Indonesia membangun prasarana jalan secara besar-besaran pada dekade 1970-an, pengendara roda empat menjadi primadona di jalan raya. Pengaturan penggunaan jalan seolah-olah menganakemaskan pengendara roda 4, yaitu bagaimana supaya mereka merasa senyaman-nyamannya di jalan raya. Yang paling banyak dikorbankan adalah kepentingan pengendara sepeda dan pejalan kaki, padahal seharusnya mereka tetap eksis di jalan karena mereka datang dari seluruh golongan masyarakat dan yang paling sedikit menyebabkan dampak kerusakan lingkungan. Namun yang terjadi adalah pengendara sepeda semakin berkurang termasuk di Kota Jogyakarta yang termashur sebagai kota sepeda, dan tingkat kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki semakin berkurang karena tidak disediakan fasilitas yang memadai di jalan raya. Apa yang salah dengan negeri ini?
Kebijakan dan kelengahan yang sekian lama terjadi dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut telah menghasilkan budaya baru yang sulit berubah kembali ke konsep dasarnya. Misalnya akan sangat sulit mengajak kembali masyarakat untuk menggunakan sepeda walaupun tempat tinggal mereka dekat ke tempat kerja atau sekolahnya. Penggunaan sepeda untuk menunjang kegiatan produktif telah menjadi kenangan indah dan sekarang penggunaannya hanya tersisa pada kelompok penggemar saja.
Berbeda dengan pengendara sepeda, pejalan kaki tidak punya pilihan lain. Walaupun maut mengancam jiwa mereka di jalan raya, mereka harus tetap menggunakan jalan untuk menunjang kehidupannya. Oleh karena, fasilitas untuk pengendara sepeda di jalan raya mungkin saja dapat diabaikan, tetapi fasilitas minimal untuk pejalan kaki seharusnya sama sekali tidak boleh diabaikan, karena memang pertama mereka tidak punya pilihan dan yang kedua mereka merupakan pengguna jalan raya yang paling banyak.
Mengingat keterbatasan sumber daya, kebijakan pemerintah yang memihak masih dapat diterima. Sebagai contoh, kebijakan pengembangan jalan tol didasari atas keterbatasan sumber pendanaan dari pemerintah sehingga pengguna jalan diminta untuk memberikan kontribusi tanpa mengabaikan hak dasar pengguna jalan secara keseluruhan untuk memperoleh akses melalui jalan alternatif. Begitu pula kebijakan operasional bus way di Jakarta didasari suatu kebijakan atas keterbatasan prasarana jalan sehingga diberikan akses kepada masyarakat yang lebih luas tanpa menghilangkan pilihan untuk menggunakan jalur dan moda transportasi lain.

Prioritas Pengaturan Pengguna Jalan Tol

Setiap pengguna jalan tol sudah memahami aturan pokok yang harus diikuti, antara lain yaitu: (1) kondisi ban kendaraan harus baik, (2) selalu mengendarai di lajur sebelah kiri kecuali ketika sedang menyusul, (3) kecepatan kendaraan 60 – 100 km/ jam, dan (4) dilarang melaju di atas bahu jalan. Setiap pengendara pasti mampu mengikuti Ke empat aturan tersebut dan apabila diikuti dengan konesekuen diharapkan dapat mengurangi tingkat kecelakaan yang fatal. Hanya sayang, masih banyak pelanggaran terkait dengan keempat aturan di atas.
Untuk kepentingan bangsa yang lebih besar terkait dengan pendidikan peningkatan disiplin kepada masyarakat, seharusnya aturan hukum di jalan tol dapat ditegakkan dengan konsekuen karena memang pelaksanaannya sangat memungkinkan. Ketika aparatur penegak hukum di DKI mengontrol dengan ketat penerapan aturan pelarangan penggunaan bahu jalan di jalan tol dalam kota, hampir seluruh pengguna jalan tol tersebut mengikutinya tanpa keluhan. Upaya ini bisa ditiru oleh seluruh pengelola jalan tol di Indonesia. Dengan contoh tersebut, pengelola harus berani menerapkan sangsi kepada pelanggar di jalan tol secara konsekuen. Jika diperlukan sangsi dapat dirancang sedemikian rupa untuk memberikan efek jera yang efektif.

Wilayah Terbatas Tertib Lalu Lintas

Penerapan aturan hukum di wilayah terbatas tertib lalu lintas tidak semudah di ruas jalan tol. Wilayah terbatas tertib lalu-lintas sama dengan wilayah lainnya. Wilayah ini hanya ditandai dengan tanda peringatan bahwa pengguna jalan memasuki wilayah dimana peraturan lalu lintas akan ditegakkan dengan konsekuen dan pengendalian yang lebih ketat. Berbeda dengan ruas jalan tol, wilayah terbatas tertib lalu lintas tetap terbuka bagi seluruh pengguna kecuali yang diatur dengan tanda-tanda lalu-lintas.
Tujuan penetapan wilayah terbatas tertib lalu lintas adalah untuk pendidikan kepada masyarakat. Mengingat sumber daya yang terbatas, kelengkapan sarana pengatur lalu lintas dan petugas pengendalinya tidak dapat disediakan di seluruh ruas jalan. Ketidaklengkapan tersebut menyebabkan ruas jalan tidak difungsikan dengan baik dan banyaknya terjadi pelanggaran lalu lintas yang tidak ditindak secara hukum. Pelanggaran hukum berlalu lintas yang dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang lama telah mendidik masyarakat untuk mengabaikan hukum secara lebih luas. Kebiasaan ini telah merugikan kepentingan bangsa secara umum dan malahan telah merusak citra Bangsa Indonesia dalam pergaulan global.
Wilayah terbatas tertib lalu lintas biasanya dipilih pada ruas jalan tertentu yang mendukung pergerakan perekonomian dan citra kota yang bersangkutan. Beberapa contoh ruas jalan terbatas tersebut adalah jalan protokol yang dapat ditemui di seluruh kota di Indonesia, dan ruas jalan ”three in one” di Jakarta. Setiap pengguna jalan pada wilayah terbatas tersebut lebih dijamin untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan berlalu lintas. Jaminan tersebut didukung dengan sistem yang terpadu, kelengkapan sarana dan prasarana lalu-lintas dan petugas pengendali yang terlatih dan terdidik dengan baik.
Jika dikendalikan dengan baik, penerapan wilayah terbatas tertib lalu lintas akan berjalan dengan efektif. Bangsa Indonesia bukanlah bangsa barbar yang tidak kenal hukum. Sudah banyak bukti, warga negara Indonesia yang sedang berada di luar negeri mampu untuk bertindak laku sesuai dengan hukum setempat. Yang perlu terus diupayakan oleh pengelola jalan adalah sosialisasi tujuan penetapan wilayah terbatas, pnyediaan sarana dan prasarana jalan yang manfaatnyanya dapat langsung dirasakan oleh setiap pengguna jalan, dan pengendalian yang ketat dengan sanksi hukum yang tegas, tidak pilih bulu dan adil.

Peran Strategis Penegak Hukum di Lapangan

Dewasa ini timbul pandangan sinis bagi aparatur penegak hukum di jalan raya. Mereka dianggap bukan sedang menegakkan hukum untuk kepentingan kenyamanan, kemananan dan keselamatan lalu lintas, tapi sedang mencari mangsa pelanggar lalu lintas dengan cara menyiapkan jebakan-jebakan bagi pengguna jalan yang tidak sengaja melakukan pelanggaran lalu lintas.
Penegak hukum di jalan raya jangan diberi tugas yang terlalu berat, misalnya diberi beban untuk mencapai target pengumpulan denda lalu lintas. Tugas utama mereka adalah mengawasi pelaksanaan sistem berlalu lintas sehingga sesuai dengan perencanaan. Mereka harus mencatat setiap penyimpangan yang terjadi. Apabila pelanggaran aturan lalu lintas terjadi secara berulang-ulang, berarti ada yang salah dengan sistem sehingga sistemnya harus diperbaiki, bukan malahan dijadikan sebagai jebakan. Setiap pengguna jalan harus mendapatkan arahan secara maksimum melalui rekayasa lalu lintas sehingga secara intuitif mereka mengikuti aturan lalu lintas yang ada.

Hukuman Berat Bagi Kesengajaan Pelanggaran

Setiap pelanggar peraturan lalu lintas harus mendapatkan sanksi, tetapi tidak setiap pelanggar lalu lintas dikenakan sanksi maksimum sesuai dengan ketentuan. Walaupun tidak selalu mudah, penegak hukum yang baik harus mengetahui mana pelanggaran yang disengaja atau tidak. Pelanggar lalu lintas yang sengaja saja yang harus diberi sanksi maksimum. Berikut adalah beberapa contoh pelangaraan lalu lintas untuk memberikan gambaran tingkat sanksi yang mungkin diberikan.
· Apabila terjadi kecelakaan, setiap pelanggaran lalu lintas harus dikenai sanksi yang berat. Pengguna jalan yang telah mematuhi peraturan berlalu lintas harus di lindungi secara hukum dan dijamin agar tidak mendapatkan kerugian yang disebabkan oleh tindakan di luar hukum yang tidak dilakukannya.
· Apabila pelanggar lalu lintas memiliki alasan kuat yang terkait dengan kedaruratan, pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ringan. Dalam proses penerapannya, seharusnya alasan kedaruratan tidak berulang.
· Pelanggaran yang diyakini terjadi karena ketidaktahuan si pengendara dapat dianggap sebagai pelangaraan ringan. Pengendara dari luar lokasi sekitar tempat larangan dapat dianggap kemungkinan tidak mengetahui adanya larangan tersebut. Secara sistem, ketidaksengajaan pelanggaran dapat dievaluasi dari frekuensi pelanggaran pada lokasi larangan tersebut.
· Pelanggaran lalu lintas di wilayah terbatas tertib lalu lintas harus dianggap sebagai pelanggaran berat, kecuali bagi pengendara dari luar kota.
· Pelanggaran di jalan tol harus dianggap sebagai pelanggaran berat.
· Pelanggaran atas tanda dilarang berhenti yang pemasangannya sudah sangat jelas adalah pelanggaran berat. Jika pelanggaran sering terjadi dengan pelanggar yang berbeda-beda, pemasangan tanda larangan tersebut harus dikaji kembali atau kalau diperlukan diperkuat dengan tanda-tanda peringatan lainnya.
· Pelanggaran terhadap marka pemisah jalan dapat dianggap pelanggaran ringan kecuali jika menyebabkan kecelakaan. Apabila sering terjadi pelanggaran, marka pemisah jalan perlu ditingkatkan menjadi median jalan.
· Pelanggaran batas berhenti pada persimpangan jalan pada saat lampu tanda lalu lintas merah dapat dianggap sebagai pelanggaran ringan karena banyak kemungkinan pengendara lalai untuk memberhentikan kendaraannya pada saat yang tepat. Pelanggaran menjadi berat jika dilakukan berulang kali.

Menumbuhkembangkan Budaya Bangga dalam Tertib Berlalu-lintas
Ketertiban berlalu lintas menunjukkan peradaban bangsa. Tidak banyak tempat yang dapat dijadikan sarana pendidikan bagi warga negara untuk memiliki budaya ketaatan hukum yang tinggi. Mereka telah dididik di sekolah, di kampus, di tempat kerja dan tempat-tempat tertentu lainnya untuk dapat mengikuti aturan main yang berlaku. Tetapi mereka sering lupa ketika mendapatkan kebebasan pribadi di ruang publik. Mereka sering lupa kebebasan pribadi yang mereka miliki tidak pernah terlepas dengan kepentingan pribadi lainnya atau publik. Jaringan jalan adalah wadah yang tempat untuk pembinaan ketaatan hukum di ruang publik. Apabila dilaksanakan dengan konsekuen, adil dan tidak pilih bulu, kita yakin masyarakat akan secara sadar mematuhi hukum dengan baik sehingga menjadi kebiasaan yang membudaya. Semoga.