Sunday, May 23, 2010

SEPUTAR PERUBAHAN ORGANISASI BPKSDM

SEJARAH FUSI ORGANISASI DUA BADAN

Jauh sebelum unit kerja pembinaan konstruksi, Departemen PU telah membentuk unit kerja yang melaksanakan pembinaan peralatan jalan. Selain itu, salah satu biro di Sekretariat Jenderal telah melaksanakan pembinaan pengadaan infrastruktur PU. Dalam perkembangannya, unit pembina peralatan jalan berevolusi menjadi Pusat Pelatihan Jasa Konstruksi (Puslatjakons). Kedua unit yang melaksanakan fungsi pembinaan peralatan dan pengadaan barang dan jasa menjadi cikal bakal dibentuknya unit pembinaan konstruksi.

Pada era reformasi, tahun 1999 terjadi difusi Departemen Pekerjaan Umum menjadi Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah dan Kementrian Negara PU. Berdasarkan Keppres No. 12 Tahun 2000, pada Kementrian Negara PU dibentuk Badan Penetapan dan Pengendalian Penyediaan Prasarana dan Sarana Pekerjaan Umum (BP4SPU).
Pada tahun 2000, terjadi refusi Dep. Kimbangwil dengan Kementrian Negara PU menjadi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Berdasarkan Keppres No. 102 Tahun 2001 dibentuk Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Pada tahun 2004, nama Departemen Kimpraswil berubah kembali menjadi Departemen Pekerjaan Umum. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 286/PRT/M/2005 dibentuk Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia yang menggabungkan Bapekin dan BPSDM.
Pada saat itu Bapekin membawahi Pusat Pelatihan Jasa Konstruksi (Puslatjakons), Pusat Pembinaan Investasi dan Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi. Sedangkan BPSDM membawahi Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat), Pusat Pendidikan Keahlian Teknik (Pusdiktek), dan Pusat Pengembangan Peran Masyarakat (Pusbangranmas). Setelah digabung organisasi tersebut menjadi BPKSDM dan membawahi Pusat Pembinaan Usaha Konstruksi (Pusbin Usaha), Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi (Pusbin PK), Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek), dan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin KPK). Sedangkan Pusdiklat menjadi unit eselon II di bawah Sekretariat Jenderal. Tugas dan fungsi pembinaan investasi tidak dikelola oleh Badan, tetapi langsung berada pada masing-masing ditjen dan Pusat Kajian Strategis.

Pelaksanaan Tusi yang Tidak Bulat

Sejak awal pembentukan BPKSDM memang tidak bulat, karena Pusdiklat tidak berada di bawahnya. Dalam pelaksanaannya terjadi dikotomi target permbinaan yang cukup tajam. BPKSDM mengelola target non-aparatur sednagkan Pusdiklat mengelola aparatur. Terkait dengan aparatur, terjadi dikotomi yang cukup juga, yaitu Pusdiklat mengelola aparatur internal Departemen PU sedangkan Pusbiktek mengelola aparatur bidang PU secara keseluruhan. Dikotomi tersebut tidak dituangkan dalam dokumen formal, tetapi menjadi isu yang sensitif dalam setiap pembahasan dan koordinasi.

Di dalam BPKSDM sendiri terjadi overlapping tugas dan fungsi. Pusbin KPK sesuai dengan namanya merasa bahwa seluruh urusan kompetensi dan pelatihan tenaga konstruksi menjadi wewenangnya. Oleh karena itu, urusan pembinaan kompetensi keahlian dan tenaga ahli konstruksi yang menjadi salah satu tusi Pusbiktek tetap dilkasanakan oleh Pusbin KPK. Pelatihan-pelatihan yang dilksanakan oleh pusat-pusat yang lain pun sering tumpang-tindih dengan urusan Pusbin KPK, khususnya pelatihan teknik manajerial.

Dengan kondisi pelaksanaan tusi seperti itu, menjadi suatu keniscayaan bahwa BPKSDM akan berubah.

Pembinaan SDM Bidang PU

Pembinaan sumber daya manusia dalam organisasi BPKSDM menjadi tidak efektif, karena target sdm nya terpilah-pilah. Pada awal pembentukannya, BPKSDM telah melaksanakan studi kajian terkait dengan pembinaan sdm bidang pekerjaan umum baik di Departemen PU maupun sdm pu secara keseluruhan. Tindak lanjut dari hasil kajian tersebut tidak jelas, karena masih dipertentangkan apakah BPKSDM berwenang untuk melakukan kajian tersebut. Seharusnya kajian tersebut dilakukan oleh Biro Kepegawaian di bawah Setjen.
Pusat Kajian Strategis (Pustra) di bawah Setjen pernah melakukan kajian sdm untuk menunjang penyelenggaraan infrastruktur bidang PU, tetapi hasil kajian tersebut belum dipublikasikan secara luas. Sebenarnya banyak pihak yang membutuhkan informasi rencana pengembangan sdm PU, khususnya dari perguruan tinggi yang bermitra dengan PU dalam kegiatan peningkatan kualitas sdm melalui program pelatihan dan pendidikan. Sampai saat ini belum ada informasi formal yang dapat dipublikasikan kepada para pemangku kepentingan

Lingkup Pembinaan Konstruksi

Tiga pilar dalam pembinaan konstruksi adalah mencakup pelaku konstruksi, proses konstruksi dan produk konstruksi. Pelaku konstruksi terdiri dari pelaku tunggal dan pelaku kelompok, baik sebagai sdm maupun sebagai lembaga. Proses adalah sistem deliveri untuk mengubah input konstruksi menjadi produk konstruksi. Proses mencakup hal-hal yang bersifat teknis antara lain rekayasa, metode, dan manajemen; dan yang terkait dengan kegiatan non-teknis seperti pengadaan, pembiayaan dan investasi. Sedangkan produk dapat berupa fisik seperti bangunan konstruksi dan non-fisik seperti software untuk menunjang kegiatan konstruksi.

Input untuk menghasilkan produk konstruksi terdiri dari material, peralatan, sdm, dana, dan metode konstruksi. Material, peralatan dan metode konstruksi terkait dengan proses rekayasa dan teknologi konstruksi, sdm terkait dengan penguasaan proses konstruksi dan pengelolaan produk konstruksi, sedangkan dana terkait dengan pembiayaan dan investasi.

Pembagian Tugas di BPKSDM

Pembinaan pada pelaku konstruksi termasuk kelembagaan dibebankan pada Pusbin Usaha; material, peralatan dan rekayasa oleh Pusbiktek; metode konstruksi dan pengadaan oleh Pusbin Penyelenggaraan Konstruksi; dan sdm oleh Pusbiktek dan Pusbin KPK. SDM yang langsung terkait dengan substansi yang dibina oleh masing-masing pusat, langsungdibina oleh Pusat yang bersangkutan. Pembiayaan dan investasi konstruksi tidak dikelola oleh BPKSDM, tetapi dilakukan langsung oleh direktorat jenderal masing-masing. Dengan demikian, pengelolaan konstruksi oleh BPKSDM sebenarnya tidak bulat. Urusan pembiayaan dan investasi yang sebenarnya sangat strategis untuk mewujudkan konstruksi tidak disentuh.

Kesejahteraan suatu negara sangat tergantung pada ketersediaan infrastruktur. Mengingat kemapuan Pemerintah dalam penyediaan dana infrastruktur sangat terbatas, maka diperlukan investasi dari swasta dan masyarakat. Namun, ternyata investasi dari sektor privat untuk mendanai infrastruktur publik tidak ada peningkatan yang signifikan. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, tetapi pada intinya urusan pembiayaan dan investasi belum dikelola dengan efektif.

BADAN PEMBINA KONSTRUKSI

Reformasi Birokrasi

Departemen Keuangan menjadi pemimpin dalam mengimplementasikan reformasi birokrasi.Departemen PU termasuk yang paling lambat dalam mereformasi birokrasinya. Pada prinsipnya reformasi birokrasi mencakup 3 pilar utama, yaitu kelembagaan, proses bisnis dan sumber daya manusia pelaku.
Reformasi kelembagaan Departemen PU akan dimulai pada pelaksanaan Kabinet Indonesia Bersatu II. Reformasi proses bisnis mulai digarap dengan menyiapkan berbagai prosedur pelaksanaan kegiatan, tetapi belum dapat dilakukan seluruhnya karena harus menunggu terbentuknya organisasi yang baru.
Sebagian kebutuhan sdm sudah mulai dipenuhi dengan rekruitmen pegawai baru. Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi sdm baik di dalam maupun luar negeri terus ditingkatkan. Namun, kecepatan penyediaan tenaga dengan pegawai senior yang pensiun masih belum sebanding. Pada tahun 2012 merupakan puncak tingkat sdm yang pensiun. Sehingga mulai saat itu akan terasa sekali kelangkaan sdm untuk menduduki suatu posisi sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.

Tantangan Pengurusan Investasi

Kepala BPKSDM selalu menekankan pentingnya mengelola investasi infrastruktur. Sebagian besar pegawai SDM yang berpotensi diikutsertakan dalam pelatihan investasi. Apabila ada perubahan struktur organisasi, beliau mengharapkan agar ada unit kerja yang mengelola investasi secara khusus.
Namun, keinginan beliau mendapatkan tantangan yang cukup keras. Sebagian pimpinan Kementerian PU kurang sependapat BPKSDM mengurus investasi. Mereka tetap bergeming investasi cukup dikelola oleh masing-masing Ditjen dan Pusat Kajian Strategis.
Usulan Struktur Organisasi Kementerian PU

Menteri mengajukan usulan restrukturisasi organisasi Kementerian PU kepada Menpan. Organisasi BPKSDM diusulkan untuk berubah menjadi Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi. Usulan ini banyak ditentang oleh pimpinan Kementrian PU lainnya pada level lebih bawah. Selanjutnya usulan diperbaiki dimana nama Badan tidak lagi menyebutkan investasi.

Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Organisasi Eselon I Kementerian

Takdir berkata lain, dalam Keppres 24/ 2010 nama BPKSDM berubah menjadi Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) dengan tugas melaksanakan pembinaan konstruksi. Namun, dalam fungsinya masih menyebutkan fungsi investasi infrastruktur selain fungsi konstruksi. Maka sejak dityerbitkan Keppres tersebut secara resmi dan legal BP Konstruksi ditugaskan untuk mengelola pembinaan konstruksi dan investasi infrastruktur.

Batasan Pengertian Investasi dalam BP Konstruksi

Agar tidak terjadi duplikasi pengelolaan dengan Ditjen dan Pustra, pimpinan BP Konstruksi merumsukan pengertian investasi sebagai sumber daya konstruksi yang perlu dikelola untuk mendukung pertumbuhan investasi infrastruktur.
Usulan struktur organisasi BP Konstruksi
Pimpinan membagi dua urusan stretgis yang akan dilaksanakan oleh BP Konstruksi, yaitu:
1. Dua Pusat mengelola permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu terkait dengan urusan usaha, kelembagaan, pengadaan dan teknologi;
2. Dua pusat lainnya mengelola urusan ke depan yaitu permasalahan sdm konstruksi dan investasi infrastruktur.

Selain itu, urusan sdm aparatur akan ditangani oleh unit kerja lain. BP Konstruksi akan fokus pada pengelolaan sdm jasa konstruksi baik pelatihan maupun pendidikannya.
Struktur organisasiBP Konstruksi diusulkan 4 Pusat dengan 1 Sekretaris Badan. Masing-masing Pusat terdiri 3 Bidang didukung oleh Bagian Tata Usaha yang kantor pusatnya berlokasi di luar kampus Kementerian PU atau Subbag Tata Usaha yang berlokasi dalam kampus. Sedangkan sekretariat terdiri dari 4 Bagian, yaitu: bagian perencanaan dan program, bagian umum, bagian kepegawaian, dan bagian keuangan.
Dalam rumusan pembagian tugasnya, diusulkan Pusat 1 mengurus pembinaan pelaku konstruksi, Pusat II pembinaan penyelenggaraan konstruksi, Pusat III sumber daya investasi dan Pusat IV sdm konstruksi.

Adapun susunan struktur organisasi yang diusulkan sebagai berikut:
1. Pumpinan Badan
2. Sekretariat Badan
3. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
4. Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi
5. Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi
6. Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
7. Balai (10)
8. Jabatan Fungsional

Sekretariat Badan
Dalam arahannya, Sekretaris Jenderal Kementerian PU memberikan instruksi agar sekretariat eselon I menangangi: Sistem Informasi Manajemen Administrasi Keuangan dan Barang Milik Negara (SIMAK BMN), Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Sistem Pengawasan Internal (SPI). SIMAK-BMN dan KIP dikelola sekurang-kurangnya oleh eselon IV, sedangkan SPI melekat pada setiap unsur organisasi.
Selain itu, pimpinan BP Konstruksi mengusulkan adanya tambahan urusan hukum untuk membantu proses hukum yang sering dihadapi oleh BP Konstruksi dan pihak terkait lainnya.

Beberapa hal penting terkait dengan penjabaran tugas dan fungsi Sekretariat Badan:
1. Selain menggkoordinasikan perumussan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pusat, Sekretariat dapat merumuskan kebijakan BP Konstruksi yang bersifat umum
2. Pengelolaan perumusan norma (UU, PP, Perpres) dikelola oleh Sekretariat karena sifatnya multidisiplin
3. Sekretariat akan fokus mendukung terwujudnya laporan keuangan tanpa pengecualian dari BPK, sehingga perlu mengintegrasikan pengelolaan urusan keuangan dan BMN (SIMAK-BMN)
4. Perencanaan dan anggaran berada di satu bagian, sedangkan administrasi pembiayaan berada di bidang lainnya.
5. Urusan hukum akan dikelola oleh satu bagian dengan subbagian tersendiri.

Pusat I: Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan

PP 4 tahun 2010 tentang Perubahan PP 28 tahun 2000, mengaamanatkan dibentuknya sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi untuk memfasilitasi pelaksanaan tugas lembaga dalam pengembangan konstruksi. Sekretariat ini dikelola oleh aparatur. Dalam pelaksanaannyanya sekretariat ini diintegrasikan dengan Pusat I BP Konstruksi, dippimpin oleh Kepala Pusat dan dibantu oleh 3 bidang dan satu subbagian TU.
Balai ini tidak sama dengan balai yang berada di lingkungan BP Konstruksi. Walaupun pimpinan intinya dirangkap oleh Kepala Pusat, balai ini setara dengan balai besar karena didukung oleh 3 bidang setara eselon III.

Organisasi Pusat I terdiri dari: 1) Bidang Pengembangan Usaha yang terdiri dari Subbid Manajemen Usaha dan Subbid Pendukung Usaha, 2) Bidang Regulasi dan Perizinan yang terdiri dari Subbid Pengembangan Regulasi dan Subbid Pembinaan Perizinan, 3) Bidang Pengembangan Kelembagaan yang terdiri dari Subbid Tata Laksana Kelembagaan dan Subbid Kinerja Kelembagaan, 4) subbag TU, 5) Balai Sekretariat LPJKN, 6) Kelompok Jabatan Fungsional.

Tugas dan fungsi bidang kemungkinan akan overlapping dengan tugas bidang pada Pusat III. Potensi overlapping tersebut khususnya terjadi pada Subbidang Pendukung Usaha yang mempunyai tugas melakukan pembinaan pola kemitraan penyedia jasa konstruksi antar klasifikasi dan kualifikasi, mengembangkan akses terhadap peralatan dan material, serta mengembangkan akses modal usaha dan sistem penjaminan.

Pusat II: Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi

Tugas dan fungsi Pusat II BP Konstruksi sama dengan Pusat II pada BPKSDM dengan beberapa tambahan tugas yang sebelumnya menjadi tugas dan fungsi Pusbiktek.
Struktur organisasi Pusat II terdiri dari: 1) Bidang Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa yang terdiri dari Subbid Wilayah Barat dan Subbid Wilayah Timur, 2) Bidang Administrasi Kontrak yang terdiri dari Subbid Pengaturan Administrasi Kontrak dan Subbid Pemberdayaan Administrasi Kontrak, 3) Bidang Teknik Konstruksi Berkelanjutan yang terdiri dari Subbid Pengembangan Konstruksi dan Subbid Pemberdayaan Konstruksi, 4) Subbag TU, 5) Balai Penyelenggaraan Konstruksi, 6) Kelomppok jabatan Fungsional.
Walaupun sudah dibentuk LKPP, urusan pengadaan dan standar kontrak dipperkirakan masih akan menjadi primadona pada Pusat II ini. Sama dengan Pusat I, Pusat II berkedudukan di Kampus PU. Pegawainya relatif sedikit. Urusan utamanya langsung menyentuh kepentingan pebisnis konstruksi, yaitu proses pengadaan. Sebagian besar waktunya tersita untuk mengevaluasi berbagai pengaduan proses pengadaan yang masuk ke Kementrian PU.

Ke depan Pusat II akan semakin sibuk karena harus mengelola teknik konstruksi secara keseluruhan. Sebelumnya urusan teknik konstruksi menjadi tanggung jawab dua Pusat, yaitu Pusat II dan III.

Disamping SDM dan capital, sumber daya konstruksi lainnya yang strategis adalah peralatan, teknologi dan manajemen. Pada dasarnya sumber daya konstruksi bersifat multisektor. Masing-masing sektor terfokus pada pengembangan sumber daya yang sesuai dengan sektornya.

BP Konstruksi ke depan diharapkan dapat mengembangkan sumber daya konstruksi yang bersifat multidisiplin, integratif dan komprehensif. Sebagai contoh, penyelenggaraan konstruksi di daerah rawa membutuhkan berbagai teknologi dari berbagai sektor yang terintegrasi. Teknologi tersebut dikemas dalam suatu pedoman agar masyarakat lebih mudah memanfaatkannya.

Contoh lain adalah dampak gempa pada infrastruktur. Teknologi yang terkait dengan sumber dan besaran gempa, serta sifat rambatannya pada lapisan tanah merupakan kompetensi geologi dan geoteknik, sedangkan infrastruktur sendiri merupakan kompetensi dari berbagai sektor. Ke depan perlu ada jaminan terhadap ketahanan suatu wilayah terhadap bencana gempa. Misalnya, ketika terjadi bencana gempa, infrastruktur terbangun pada suatu kawasan tetap mampu untuk melayani tanggap darurat.

Kebutuhan infrastruktur untuk memenuhi standar pelayanan minimum dalam suatu wilayah harus dikaji dan dinalisis secara integratif dan komprehensif. Masing-masih keahlian mungkin berasal dari sektor, tetapi tetap diperlukan teknologi dan manajemen untuk mengintegrasikannya sehingga tidak terjadi konflik kepentingan yang didorong ego sektoral.

Contoh teknik konstruksi lainnya yang bersifat integratif dan komprehensif misalnya antara lain: smart material, sistem panel/ pracetak, teknologi untuk mendukung low impact development, sustainable construction dan the finest built environment; lean contruction, value engineering, integrated project management, quality assurance system, safety management, project risk management, dan lainnya.
Departemen PU pernah memimpin dalam pengelolaan peralatan konstruksi. Pengelolaan peralatan secara langsung tersebut memang sangat dibutuhkan ketika sebagian pekerjaan konstruksi dilaksanakan secara swakelola. Walaupun sekarang sebagian besar pekerjaan konstruksi sudah dilaksanakan sektor privat, tetapi pembinaan teknik peralatan tetap diperlukan agar masyarakat lebih terjamin keselamatan dan keamanannya, dan dapat memilih teknologi yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

Pusat II ke depan tidak lagi hanya mengelola teknik konstruksi pada aspek quality assurance system dan safety management. Teknik konstruksi yang ditangani lebih luas lagi yaitu mencakup sustainable construction. Tentu saja tidak seluruh aspek konstruksi, tetapi dipilih aspek yang paling signifikan memberikan manfaat pada perkembangan konstruksi agar daya saingnya semakin tinggi.

Kontribusi kegiatan dari ex Pusat III

Pusat III BPKSDM telah mengelola teknik konstruksi sejak tahun 2004. Banyak hal yang perlu dilaksanakan, tetapi belum banyak yang dilakukan karena alokasi anggaran untuk urusan teknik konstruksi sangat terbatas. Berikut ini adalah usulan kegiatan yang perlu dipertimbangkan Pusat II BP Konstruksi untuk dilaksanakan pada tahun 2010-2014.

Penjaringan inovasi & hasil penelitian teknik konstruksi karya anak bangsa:
1. Penyelenggaraan pekan teknologi konstruksi Indonesia
2. Penyusunan Buku Konstruksi Indonesia
3. Pembahasan/seminar/lokakarya isu strategis teknik konstruksi
4. Pemetaan/inventarisasi teknik konstruksi berdasar kearifan lokal
5. Pemetaan/inventarisasi pencapaian teknik konstruksi tiap daerah

Pengembangan teknik konstruksi:
6. Fasilitasi penelitian dan pengembangan teknik konstruksi
7. Fasilitasi penerapan hasil penelitian teknik konstruksi
8. Penyusunan NSPK Pembinaan Teknik Konstruksi
9. Penyusunan NSPK User Friendly
10. Penyediaan insentif untuk inovasi teknik konstruksi: lomba karya tulis konstruksi
11. Fasilitasi HAKI bagi inovasi teknik konstruksi karya anak bangsa
12. Kajian Pengembangan dan penerapan teknik konstruksi: smart material, sistem panel/ pracetak, teknologi untuk mendukung low impact development, sustainable construction dan the finest built environment; lean contruction, value engineering, integrated project management, quality assurance system, safety management, project risk management, dan lainnya.
13. Kajian implementasi program Continuously Professionalism Development
14. Kajian prioritas penerapan hasil pengembangan teknologi sederhana di masyarakat
15. Kajian Pemetaan kebutuhan pemanfaatan teknik konstruksi pada suatu wilayah
16. Kajian rantai nilai-nilai dalam pengembangan teknik konstruksi

Pemberdayaan penerapan hasil penelitian dan pengembangan teknik konstruksi:
17. Pengembangan Sistem Informasi Teknik Konstruksi
18. Penyusunan Jurnal
19. Penyebarluasan informasi teknik konstruksi
20. Promosi teknik/teknologi konstruksi lokal berkualitas internasional
21. Fasilitasi Bantuan/ Bimbingan Teknis teknik konstruksi kepada Pemda/masyarakat jasa konstruksi

Monitoring dan evaluasi teknik konstruksi:
22. Penilaian/ investigasi kegagalan konstruksi dan bangunan
23. Pengawasan teknis penyelenggaraan teknik konstruksi
24. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan teknik konstruksi di daerah
25. Monitoring dan evaluasi kegiatan pembinaan teknik konstruksi

Pusat III: Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi

Pusat III adalah pusat dengan tugas dan fungsi baru, yang sebelumnya tidak dikelola oleh Badan. Berdirinya Pusat ini dilatarbelakangi dengan kontroversi yang cukup tajam, tetapi Pimpinan Negara telah memutuskan Pusat ini harus berdiri.
Struktur organisasi Pusat III diusulkan sebagai berikut: 1) Pimpinan Pusat, 2) Bidang Pembinaan Pengembangan Pola Investasi yang terdiri dari Subbid Pengembangan Strategi Investasi Infrastruktur dan Subbid Fasilitasi Investasi Infrastruktur, 3) Bidang Pembinaan Material dan Peralatan yang terdiri dari Subbid Pembinaan Sumber Daya Material, dan Subbid Pembinaan Sumber Daya Peralatan, 4) Bidang Pembinaan Pasar dan Daya Saing yang terdiri dari Subbid Peningkatan daya saing, dan Subbid Pembinaan Pasar, 5) Bagian Tata Usaha, 6) Balai Peningkatan Investasi Infrastruktur, 7) Kelompok Jabatan Fungsional.

Struktur organisasi tersebut disepakati setelah melalui diskusi panjang. Semua diusulkan 3 fungsi utama Pusat III adalah pembinaan teknologi konstruksi, daya saing konstruksi, dan pasar konstruksi, tetapi dianggap masih sangat berwarna konstruksi. Kemudian diusulkan 3 fungsi utama: pembinaan pola investasi, daya saing, dan pasar tanpa embel-embel konstruksi, tetapi masih diaanggap pembinaan investasinya belum lengkap. Salah seorang pimpinan Kementerian mengusulkan agar mencakup sumber daya pembiayaan, material, peralatan. Akhirnya disepakati sebagaimana usulan organisasi di atas.

Pengertian Investasi

Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.
Definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memproleh keuntungan.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi).

Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu aset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi masa depan. Harapan pada keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan suatu investasi yang dilakukan.
Terkait dengan pembentukan Pusbin SDI, investasi dapat didefinikan sebagai suatu komitmen produksi atas sejumlah sumber daya (potensi unsur konstruksi) yang dilakukan saat ini dengan tujuan memperoleh nilai tambah (peningkatan daya saing dan pasar konstruksi) di masa datang.

Berdasarkan pengertian di atas bentuk investasi terdiri dari
1. Investasi pada asset riil (Real Assets) misalnya: sdm, peralatan, material, tanah, infrastruktur dan bangunan, dll.
2. Investasi pada asset finansial (financial assets): Investasi di pasar uang : deposito, sertifikat BI, dll, investasi di pasar modal : saham, obligasi, opsi, warrant dll

Risiko Investasi

Investasi selain juga dapat menghasilkan nilai tambah juga membawa risiko pengurangan nilai investasi bilamana investasi tersebut gagal. Kegagalan investasi disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah faktor keamanan (baik dari bencana alam atau diakibatkan faktor manusia), ketertiban hukum, kesalahan manajemen, dan lain-lain.

Produk Investasi.

Beberapa produk investasi dikenal sebagai efek atau surat berharga. Dimana definisi Efek adalah suatu instrumen bentuk kepemilikan yang dapat dipindah tangankan dalam bentuk surat berharga, saham atau obligasi, bukti hutang (Promissory Notes), bunga atau partisipasi dalam suatu perjanjian kolektif (Reksa dana), Hak untuk membeli suatu saham (Rights), Warrant untuk membeli saham pada masa mendatang atau instrumen yang dapat diperjual belikan.

Surat berharga diperdagangkan di pasar modal. Dalam pasar ini terjadi Pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana (lembaga perantara = Intermediaries). Surat berharga (sekuritas) yang diperjualbelikan umumnya memiliki umur lebih dari 1 tahun.
Di Indonesia, perdagangan saham dilakukan di Bursa Efek Indonesia. Tidak semua perusahaan dapat langsung mengeluarkan suatu efek (saham), oleh sebab itu perusahaan yang ingin menerbitkan efek harus memenuhi kriteria ataupun peraturan-peraturan yang ada sebelum menerbitkan suatu efek.

Sumber Daya Investasi

Sumber daya investasi (SDI) adalah potensi yang terkandung dalam bentuk, kegiatan dan produk investasi untuk mewujudkan perannya sebagai input dan proses yang adaptif dan transformatif yang mampu memerankan potensi yang terkandung di dalamnya serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang, berdaya saing dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDI dapat diartikan sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu bisnis proses produksi.

Faktor-Faktor Penentu Investasi

Setidaknya ada tiga faktor yang harus dianalisis, yaitu: Analisis kondisi makroekonomi, Analisis pada jenis industri, Analisis fundamental suatu ekuitas.
Tahap pertama yang dilakukan oleh seorang investor dalam berinvestasi adalah melakukan analisis terhadap variabel-variabel makro. Tahap analisis ini dilakukan untuk menganalisis kondisi perekonomian suatu negara secara makro dalam proses suatu investasi. Variabel-variabel ekonomi makro yang dianalisis diantaranya adalah tingkat inflasi, transaksi berjalan, kurs/exchange rate (nilai tukar suatu mata uang negara terhadap mata uang negara lain), suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan lain-lain.

Pada tahap kedua, dilakukan analisis pada berbagai jenis industri. Pada tahapan ini, kita memilih jenis industri yang paling memberikan prospek keuntungan jika dilakukan invstasi. Sektor mana yang akan dijadikan suatu investasi dapat dilihat dari pergerakan dalam indeks sektoral industri pada suatu pasar modal. Sektor yang mempunyai indeks yang bagus untuk investasi jangka panjang tentunya akan dipilih.
Pada tahap analisis ketiga, dilakukan analisis fundamental pada lembaga ekuitas, dengan menggunakan rasio-rasio keuangan suatu ekuitas, yang terbagai menjadi menjadi lima rasio sebagai berikut.
1. Rasio Likuiditas, menyatakan kemampuan lembaga ekuitas untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
2. Rasio Aktifitas, menunjukkan kemampuan serta efisiensi lembaga ekuitas dalam memanfaatkan aktifa yang dimiliki atau perputaran (turnover) aktifa-aktifa suatu ekuitas.
3. Rasio Hutang, berfungsi untuk menunjukkan kemampun lembaga ekuitas untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
4. Rasio Profitabilitas, menunjukkan tingkat keberhasilan lembaga ekuitas di dalam menghasilkan keuntungan.
5. Rasio Pasar, menggambarkan bagaimana pasar menghargai saham suatu lembaga ekuitas.
Lingkup Infrastruktur
• infrastruktur transportasi, antara lain: pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian;
• infrastruktur jalan, antara lain: jalan raya, jembatan, jalan tol dan jembatan tol;
• infrastruktur pengairan, antara lain: bendungan, waduk, embung, bangunan pengaman sungai dan pantai, bangunan irigasi, saluran pembawa air baku, pintu air, bangunan pompa pengendali banjir, irigasi dan air tanah
• infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
• infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama
• Bangunan persampahan, antara lain: tempat pembuangan sementara dan akhir, pengangkut dan tempat pengolahan.
• infrastruktur telekomunikasi dan informatika, antara lain: jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government;
• infrastruktur ketenagalistrikan, antara lain: pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; dan
• infrastruktur minyak dan gas bumi, antara lain: transmisi dan/atau distribusi minyak dan gas bumi


Sumber Daya investasi di Bidang Infrastruktur (SDI Infrastruktur)
• Asset Riil
Pembangunan infrastruktur membutuhkan beragam input fisik antara lain: sdm, material, peralatan, tanah, bangunan dan gedung, hardware dan software pendukungnya, dan lain-lain. Nilai kapitanya dicatat dalam kapasitas moda atau dijadikan sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman modal.

Namun, yang lebih penting adalah adanya jaminan ketersediaan asset riil dalam memproduksi infrastruktur. Suntikan investasi untuk membangun infrastruktur tidak akan dapat dimnafaatkan apabila asset riil yang diperlukan tidak tersedia. Sebagai contoh, investasi di dalam penyelenggaraan jalan tol tidak berjalan lancar karena permasalahan pengadaan lahan; pembangunan jalan dan gedung terhambat karena kelangkaan aspal dan besi tulangan. Ketiadaan asset di pasar dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: ketersediaan terbatas, produksi terbatas, transportasi terganggu, distorsi pasar, harga tinggi, dan lain-lain. Pada dasarnya ketersediaann asset fisik sangat tergantung pada sistem rantai pasok. Oleh karena itu penguasaan manjemen rantai pasok (supply chain management) sangat dibutuhkan dalam pengelolaan investasi infrastruktur.

• Asset Finansial
Asset finansial bisa berupa tabungan, pinjaman atau surat berharga. Kegiatan investasi lebih banyak terkait dengan modal pinjaman. Pembiayaan investasi infrastruktur yang bersifat cost recovery biasanya berasal dari 30% modal sendiri dan 70% dari lembaga peminjaman keuangan. Modal sendiri pun selain bearasal dari tabungan, bisa berasal dari pinjaman dengan mengkapitalisasi asset fisiknya.
Modal investasi yang nilainya besar biasanya berasal dari masyarakat baik perorangan maupun lembaga yang memiliki kelebihan modal. Jaminan untuk “peminjaman” modal dari masyarakat tersebut berupa surat berharga yang dikeluarkan oleh peminjam modal. Jaminan untuk surat berharga tersebut berasal dari aset fisik dan prospek equitas dari yang menerbitkan surat berharga.

Walaupun ada pemisahan sumber daya investasi berupa asset fisik dan finansial, tetapi keduanya merupakan satu kesatuan pendukung investasi yang pada kondisi tertentu sulit dipisahkan.

• Bisnis Proses
Bisnis proses dalam kegiatan investasi infrastruktur pada dasarnya:
o bagaimana mengubah sumber daya input menjadi modal investasi untuk mendukung penyelenggaraan infrastruktur;
o bagaimana memanfaatkan berbagai sumber modal investasi untuk mendukung penyelenggaraan infrastruktur; dan
o Bagaimana mengelola produk investasi untuk mewujudkan produk infrastruktur.

Dalam pelaksanaannya, bisnis proses investasi akan mencakup: inventarisasi dan penilaian asset, penilaian kelayakan proyek infrastruktur untuk ditawarkan pada investor, pemilihan calon investor, pemilihan penyedia jasa konstruksi, fasilitasi akses ke lembaga keuangan, lembaga penjamin dan lembaga lainnya terkait dengan investasi, pengelolaan sistem informasi dan pelaksanaan sosialisasi dan diseminasi prospek investasi di bidang infrastruktur.

• Lembaga Ekuitas

Dalam sistem produksi infrastruktur, lembaga equitas yang memegang peranan penting adalah lembaga penyedia jasa, penjamin dan pemasok. Penyedia jasa terdiri dari badan usaha jasa konstruksi yang terdiri dari kontraktor dan konsultan, lembaga dan badan usaha penyedia jasa keuangan dan permodalan, misalnya bank, lembaga keuangan dan lainn; badan usaha pemasok dan badan usaha penjaminan pinjaman dan proses produk konstruksi.

• Pasar

Pasar adalah tempat pertemuan antara kebutuhan dan pasokan. Proses bisnis di pasar mengikuti prilaku hukum ekonomi. Semakin tinggi kebutuhan, nilai pasokan akan semakin tinggi, atau sebaliknya.
Pasar konstruksi mempertemukan pengguna atau pemilik bangunan konstruksi dengan penyedia jasa. Kebutuhan konstruksi di negara berkembang relatif tinggi. Kegiatan konstruksi di Indonesia telah memberikan kontribusi pada PDB nasional sebesar 6-8%. Namun, 60% pasar konstruksi nasional masih dikuasai pelaku asing.
Pertumbuhan pasar konstruksi tergantung pada ketersediaan modal, khususnya infrastruktur publik yang pembangunannya membutuhkan biaya besar. Salah satu sumber pembiayaan berasal dari pasar modal.

Perkembangan pasar modal menjadi barometer pertumbuhan investasi pada suatu negara. Investasi akan semakin meningkat apabila pasar didukung dengan infrastruktur. Padahal pembangunan infrastruktur membutuhkan investasi.Kondisi resiprokal ini menunjukkan bahwa pengelolaan investasi dan infrastruktur (industri konstruksi) harus dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi.

• Kondisi Makroekonomi

Industri konstruksi dan investasi infrastruktur adalah bagian dari kegiatan sektor ekonomi. Secara makro kegiatan ekonomi terdiri dari pendapatan domestik bruto, pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, keseimbangan neraca nasional dan daerah, kriisis nilai tukar mata uang, inflasi, kemiskinan dan pemerataan, hutang luar negeri dan pengangguran. Hasil analisis makroekonomi akan berpengaruh terhadap seluruh kehidupan perekonomian baik secara pribadi maupun negara, sejak dari tingkat rumah tangga dan perusahaan sampai dengan industr, perdagangan, dan pasar.

• Kondisi Industri

Industri konstruksi merupakan ujung tombak proses bisnis untuk mengubah sumber daya input menjadi produk konstruksi termasuk infrastruktur.Investasi diperlukan untuk menggerakkan roda industri. Tingkat efisiensi dan efektifitas industri konstruksi perlu diketahui sehingga dapat dijadikan dasar oleh para pemilik modal untuk berinvestasi dalam penyelenggaraan infrastruktur.

• Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ketiga sumber daya terakhir perlu dipisahkan dari aset riil karena akan mewarnai setiap sumber daya lainnya dan menjadi faktor keberhasilan yang signifikan.
Berbagai Isu yang Melatarbelakangi Pembentukan Pusbin SDI

• Salah kaprah dalam menerjemahkan konsep pembangunan berbasis global.

Konsep pembangunan dengan penerapan teknologi yang mempersyaratkan material khusus
Belajar dari pengalaman, Indonesia sudah beberapa kali terjebak dalam pengaruh konsep pembangunan global. Bukan konsep globalnya yang salah, tetapi cara penerapan kita yang kurang tepat. Salah satu kesalahan terbesar adalah kita terlalu sering melupakan kearifan lokal yang sebenarnya merupakan potensi daya saing kita. Dalam berapresiasi seharusnya kita tetap berpijak pada 4 pilar kebangsaan dan kenegaraan kita, yaitu Pancasila, UUD 1945, Persatuan dan Kesatuan Negara Indonesia, dan Kebineka-tulgal-ikaan kita. Sejarah telah membuktikan ketika sistem politik, demokrasi, ekonomi, dan pembangunan lepas dari keempat pilar tersebut, kita didera permasalahan yang menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Kita pernah salah menerjemahkan konsep pembangunan berbasis industri dengan meniru perkembangan industri di Eropa, Amerika dan Jepang. Kita pun pernah menerapkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan yang tunduk pada dogma-dogma lingkungan di negara maju, sehingga menyebabkan disparitas pembangunan wilayah antara yang sudah berkembang dengan yang masih terbelakang.Salah satu pengalaman pahit yang dampaknya masih kita rasakan sampai saat ini adalah ketika kita terjebak dalam pengaruh para pelaku bisnis industri asing melalui pemberian pinjaman modal investasi bilateral dan multinasional untuk membangun prasarana jalan di Indonesia. Sejak Pelita pertama tahun 1969, pembangunan jalan menjadi primadona, di sisi lain pembangunan moda transportasi lainnya terabaikan dan secara ekonomis tidak bisa bersaing dengan moda jalan. Tanggung jawab yang dipikul moda jalan semakin lama semakin berat. Pemeliharaan jalan terbangun menjadi permasalahan besar, malahan dana yang diinvestasikan seperti tidak ada hasilnya dibandingkan dengan tuntutan dari para pengguna jalan. Mungkin ceritanya akan lain apabila kebijakan pengembangan infrastruktur pada saat itu ditekankan pada keterpaduan sistem transportasi antar moda, dan diprioritaskan pada angkutan massal dan angkutan barang.

• Ketergantungan pada teknologi dan peralatan dari luar negeri yang sebenarnya sudah mampu untuk dproduksi sendiri

Konsep pembangunan global selalu didasari keilmuan dan bukti dampak yang kuat. Bukti-bukti ancaman pada lingkungan hidup akibat pemanasan global semakin terkuak, sehingga penanggulangannya menjadi tanggung jawab bersama seluruh umat penghuni bumi.
Namun, kita harus tetap waspada terhadap sekelompok pelaku bisnis konstruksi yang kreatif memanfaatkan ancaman tersebut sebagai peluang bisnis. Mereka menciptakan berbagai bangunan yang ramah lingkungan, tetapi fungsi bangunan tersebut akan efektif apabila menggunakan material dan teknologi yang mereka siapkan sendiri.

Dengan kekuatan sistem informasi yang dikuasainya, secara evolusi mereka mendoktrin masyarakat di negara-negara berkembang hingga mereka memiliki pola pikir cinta lingkungan yang sempit. Kekuatan modal mereka melalui investasi langsung di proses bisnis konstruksi telah berhasil mendorong masyarakat membeli material dan teknologi mereka untuk diterapkan di Indonesia.

Bagi pelaku konstruksi pada sektor privat, iming-iming investasi raksasa sangat menghanyutkan, karena terkait dengan profit yang akan diraihnya. Padahal benefit yang diperoleh bagi lingkungan hidup secara menyeluruh belum tentu sebesar apabila digunakan material lokal. Hal seperti ini yang harus dibina oleh pemerintah melalui pengaturan, pengawasan dan pemberdayaan kepada seluruh pemangku kepentingan pada sektor konstruksi.

• Peran serta sektor privat dalam pembiayaan infrastruktur publik tidak berkembang
Sekurang-kurangnya ada 4 hal mengapa sektor privat perlu diikutsertakan dalam pembiayaan infrastruktur publik:
1. Cost Efficiency
Sektor swasta dapat melaksanakan dan mengoperasikan pengadaan kebutuhan dengan harga yang lebih rendah dan kualitas lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang akan naik 2.5% jika proyek infrastruktur dapat dikelola dengan lebih baik akibat delays dan cost overrun.
2. Pertimbangan Keadilan
Akan lebih adil jika pemakai di kenakan “user change” dibandingkan jika beban ditanggung semua penduduk. Swasta mengelola, pemerintah bertindak sebagai fasilitator
3. Allocation Efficiency
Mengingat pemakai infrastruktur publik akan membayar jasa yang paling diminati dan diprioritaskan, partisipasi swasta dan perhitungan resiko perolehan akan menjadi alat untuk pengalokasian sumberdaya yang terbatas kepada kebutuhan IP yang paling dibutuhkan.
4. Fiscal Prudence :
Karena tuntutan akan kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk dapat menutupi defisit anggarannya (proporsi thd PDB dan PDRB), maka otomatis kebutuhan pembelanjaan proyek berjangka panjang dan memerlukan biaya besar menjadi prioritas paling akhir.

Dari pengalaman penyelenggaraan jalan tol dan air minum, banyak alasan mengapa peran serta sektor privat dalam pembiayaan infrastruktur publik kurang berkembang dalam bisnis infrastruktur nasional. Hambatan tersebut disebabkan antara lain sebagai berikut.
1. Persaingan sehat tidak terjadi dalam proses pelelangan investasi.
2. Pemerintah masih terlibat/ tidak adil
3. Biaya pemanfaatan layanan publik tidaj terjangkau masyarakat
4. Pengelolaan risiko bisnis investasi tidak jelas.
a. Resiko pembebasan lahan
b. Resiko Bank apabila investor gagal
c. Resiko penetapan tarif yang terlambat
d. Resiko apabila terjadi perubahan pada asumsi perencanaan, misalnya pengembangan jaringan jalan yang berdekatan dengan jalan tol.

Sebagai contoh, tidak mudah bagi investor melakukan pembebasan lahan karena investor tidak terlibat langsung dalam perencanaan. Investor dalam posisi lemah ketika melakukan negosiasi harga, Selain itu batas waktu pembebasan lahan yang dilaksanakan Panitia Pembebasan Lahan sering kali tidak jelas, sehingga Investor merasa dirugikan dan sulit merealisasikan proyek investasi tersebut.

5. Penegakan dan kepastian hukum tidak mendukung.
6. Penetapan tarif yang sudah disepakati sering kali terlambat dengan berbagai alasan
7. Informasi peluang bisnis konstruksi dengan profit yang kompetitif kurang tersosialisasikan

• Berbagai sumber pembiayaan infrastruktur belum termanfaatkan dengan optimal.
Alternatif Pembiayaan Infrastruktur.

• Government itsself, melalui APBN dan APBD.

• Investasi swasta murni (privatisasi), biasanya dilakukan di dalam area yang dikuasai oleh swasta, misalnya di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, dan lain-lain.

• Government to Business (Kerja sama pemerintah dan swasta/ Public Private Partnership).

• Business to Business (BUMN to Swasta)

• Government to Government (bilateral/ multi lateral loan), kerjasama Pemerintah dengan satu atau lebih negara asing, kerja sama Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dan kerja sama antar pemerintah daerah.

• Stimulasi pemerintah kepada masyarakat, melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat dengan cara sebagian dana disediakan oleh pemrintah sedangkan sebagian lagi dari masyarakat dalam berbagai bentuk.

• Swadaya masyarakat, biasanya untuk pembangunan infrastruktur yang nilainya relatif kecil dan kebutuhannya dirasakan sangat mendesak. Sumber pembiayaan seperti ini banyak dilakukan di permukiman pendudukk dan diperdesaan.

Sumber Pembiayaan Infratsruktur
• APBN dan APBD, baik yang berasal dari pendapatan sendiri maupun pinjaman
• Dana swasta dan masyrakat sendiri
• Sindikasi bank (70% kredit perbankan dan 30% equitas perusahaan)
• Lembaga yang mengelola Infrastructure Fund
Negara – negara sedang berkembang dahulu memiliki development finance institutions (Bapindo, industrial development bank of india), tetapi lembaga ini tidak efektif karena berbenturan dengan kepentingan bank sentral dalam mengatur likuiditas ekonomi dan alokasi pembangunan sektoral.
• Sebagian dari akumulasi dana pensiun dan dana asuransi.
• Hasil pembelian saham, obligasi dan reksadana oleh masyrakat.
• Dana obligasi negara yang berasal dari migrasi alokasi deposito masyarakat yang saat ini semakin meningkat karena rasio tabungan masyarakat terhadap GDP sudah mencappai 40%.
• Alokasi perusahaan PMA pada investasi langsung di sector terkait dengan infrastruktur.

• Pasar konstruksi nasional masih banyak dikuasai pelaku asing

Jumlah kontraktor nasional yang telah memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) sekitar 115.000 sedangkan konsultan 4400 perusahaan. Sekitar 90% terdiri dari kontraktor kecil (grade 1-2), dan 9,5% kontraktor sedang, dan 0.5% kontraktor besar (grade 6-7) sekitar dan besar. Jumlah kontraktor asing yang beroperasi di Indonesia sekitar.80 perusahaan, dan konsultan 67 perusahaan. Walaupun jumlah kontraktor asing hanya sekitar 0,1% tetapi menguasai pasar nasional lebih dari 60%, sehingga sisanya sebesar 40% harus diperebutkan oleh 99.99% perusahaan nasional.

• Daya saing konstruksi nasional masih rendah

Kita dapat merasakan bahwa secara umum industri konstruksi nasional masih belum bisa bersaing dengan negara-negara maju dan berkembang lainnya. Namun, masih sangat jarang informasi yang bisa diperoleh untuk menunjukkan seberapa jauh kita tertinggal, sehingga upaya-upaya untuk meningkatkannya menjadi tidak terarah dan tidak terukur.

Daya saing adalah fungsi dari efisiensi proses dan produktifitas. Efisiensi proses bisnis konstruksi dilakukan melalui penghematan penggunaan sumber daya input (material, peralatan dan biaya), penghematan waktu proses, dan penghematan waktu dan biaya transportasi; sedangkan produktifitas mencakup peningkatan kuant5itas produk sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan. Produktifitas dapat ditingkatkan apabila ada peningkatan efisiensi dan jaminan penerimaan hasil produksi.

Produktifitas kontruksi dapat ditinjau dari berbagai level: organisasi, projek, kegiatan, tugas, dan ... (Abduh). Agar dapat dibandingkan, setiap level produktifitas perlu distandarkan. Sampai saat ini standar produktifitas konstruksi di tingkat yang paling rendah pun belum banyak dikembangkan di Indonesia, misalnya: berapa standar produktifitas pekerjaan pembesian, pekerjaan beton, pekerjaan bekisting, Jika kita belum dapat menetapkan standar produktifitas, kita tidak akan mengetahui standar harga produksi, sejauh mana inovasi teknologi dapat meningkatkan produktifitas, dan lain-lain.

• Peran sektor publik untuk meningkatkan kapasitas industri konstruksi nasional masih belum optimal
Salah satu kelemahan sektor publik yang paling krusial adalah masih terbatasnya implementasi good governance dalam tata pemerintahan. Konflik kepentingan masih sering terjadi dalam merumuskan dan mengimplementasikan pembinaan.

Norma atau peraturan perundang-undangan merupakan kebijakan publik yang paling tinggi. Sampai saat ini penyusunan norma masih terkawal dengan cukup baik. Beberapa kekurangan masih terjadi, terutama ketika menerjemahkan fenomena konstekstual, khususnya ketika berada dalam tekanan sekelompok masyarakat yang memiliki agenda tertentu. Namun, rantai kepemimpinan kita masih seimbang sehingga para pemimpin yang masih memiliki idealis dapat mewarnai berbagai norma yang di keluarkan.

Oleh karena itu, para penyeenggara publik harus mampu membaca permasalahan mendasar yang biasanya tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Di bidang penyelenggaraan konstruksi termasuk infrastruktur, tidak cukup memahami UUJK dan undang-undang keinfrastrukturan, tetapi perlu mencakup peraturan perundang-undangan terkait lainnya seperti pendidikan, energi, tenaga kerja, keuangan, investasi, kemasyarakatan, teknologi, dan lain-lain. Dari berbagai peraturan perundang-undangan tersebut dirumuskan permasalhan mendasar di bidang konstruksi ditinjau dari berbagai aspek yang menjadi lingkup konstruksi. Kemudia rumusan tersebut dikembangkan sesuai dengan kondisi terkini. Dengan cara demikian rasanya penyelenggara publik akan lebih memahami kebutuhan masyarakat konstruksi.
• Kebijakan pengembangan ivestasi di bidang infrastruktur belum efektif

Otak Organisasi Pusbin SDI

Subbidang Pengembangan Pola Investasi Infrastruktur akan menjadi otak Pusbin SDI. Tugas subbid ini adalah merumuskan kebijakan dan strategi pengembangan investasi infrastruktur, menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria investasi infrastruktur, dan mengembangkan pola-pola investasi dan pemetaan sumber daya investasi.

Hal-Hal Penting yang Perlu Diperhatikan dalam Pembinaan SDI Infrastruktur
• Berbeda dengan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang sudah dikenal luas, pengertian SDI adalah terminologi baru yang sebelumnya tidak dikenal. Dalam penerapannya akan menimbulkan berbagai ragam interpretasi dan kemungkinan kesalahpahaman diantara para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, terminologi SDI perlu didefinisikan dengan cermat dan selanjutnya disosialisasikan dan didesiminasikan.

• Karakter bisnis investasi sangat berbeda dengan bisnis konstruksi. Input dan proses bisnis investasi sangat dinamis karena yang paling dominan adalah nilainya bukan subtansi fisiknya. Nilai input dan prosesnya setiap saat bisa berubah tergantung pada kondisi makroekonomi dan industri/pasar baik di tingkat nasional maupun global, dan kondisi lembaga entitas pelakunya.

• Majoritas sumber pembiayaan infrastruktur berasal dari sektor privat (sekitar 70%).

• Pemangku kepentingan pada bisnis investasi lebih luas dan beragam dibandingkan dengan bisnis konstruksi. Kepentingan untuk meraih profit setinggi-tingginya sering mengalahkan generisasi benefit untuk kepentingan bersama.

• Lingkup infrastruktur sebagai produk akhir dari pembinaan SDI cukup luas, sehingga perlu disusun tingkat prioritas yang akan dikelola. Infratsruktur yang mampu memberikan konstribusi benefit yang paling optimal yang akan menjadi prioritas lebih tinggi.

• Pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap penyediaan infrastruktur publik. Sektor privat dapat memberikan dukungan baik secara langsung maupun melalui pola kerjasama kemitraan dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selama pemerintah memiliki kemampuan dalam pembiayaan dan mampu lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaannya, sebaiknya penyediaan infrastruktur publik dilakukan oleh Pemerintah. Namun, pada kenyataannya pemerintah harus membiayai berbagai sektor pembangunan sehingga kapasitasnya menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, seberapapun partisipasi sektor privat dalam penyediaan infrastruktur publik perlu diapreasiasi dengan baik.

• Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi: manajemen rantai pasok, manajemen risiko, manajemen ekonomi pembangunan, value engineering, teknologi informasi dan komunikasi, dan lain-lain menjadi kebutuhan dasar dalam pengembangan investasi infrastruktur.

Pusat IV: Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

Sertifikasi Tenaga Konstruksi

Berdasarkan Undang-Undang Jasa Konstruksi,setiap tenaga penyedia jasa konstruksi harus bersetifikat. Tenaga penyedia jasa konstruksi terbagi menjadi tenaga ahli dan tenaga terampil. Pembinaan tenaga ahli terkait dengan asosiasi profesi sedangkan tenaga terampil dapat dilakukan oleh lembaga pelatihan.
BPKSDM membagi tugas pembinaan sdm konstruksi menjadi pembinaan keahlian yang dilakukan oleh Pusat III dan pembinaan kompetensi dan pelatihan oleh Pusat IV. Dalam implementasinya pembinaan keahlian telah dilaksanakan oleh Sekretariat Badan dan ke empat Pusat di lingkungan BPKSDM.

Penyelenggaraan pembinaan kompetensi mencakup: perumusan kebijakan, standarisasi kompetensi, peningkatan kapasitas tenaga konstruksi melalui berbagai kegiatan, dan kerjasama dengan berbagai institusi/ lembaga yang terkait dengan tenaga konstruksi baik untuk pengembangan substansi maupun sdm konstruksi.
Permasalahan Pembinaan Teanga ahli

Pembinaan kompetensi keahlian oleh Pusbiktek secara efektif baru dimulai tahun 2006. Pada tahun 2005 dimulai dengan sebuah kajian pemetaan kondisi pembinaan tenaga ahli nasional dan cara penilaian sertifikasi tenaga ahli. Kajian tersebut menyimpulakan antara lain: 1) porsi tenaga konstruksi yang memiliki sertifikat sangat rendah, 2) penilaian sertifikasi tenaga ahli sangat beragam, 3) pembagian klasifikasi dan kualifikasi kompetensi keahlian sangat luas, 4) sertifikasi kompetensi (daya saing) dan lisensi (untuk menjamin keamanan dan keselamatan publik) menjadi satu kesatuan yang seharusnya terpisah, 5) pemisahan yang tajam antara kompetensi profesi dengan kompetensi produk pendidikan melalui persyaratan pengalaman kerja yang relatif panjang.

Berdasarkan pengalaman mengelola pembinaan kompetensi dan tenaga ahli konstruksi, selain permasalahan di atas ditemukan beberapa permasalahan lain sebagai berikut:
1. Terkait dengan penysusunan bakuan kompetensi:
a. Biaya penyusunan SKKNI relatif besar, komponen terbesar untuk pembiayaan konsinyasi dan konvensi. Jadwal kegiatan penyusunan sering mendapat hambatan untuk diselesaikan dalam satu tahun anggaran karena memerlukan kesepakatan dari berbagai pemangku kepentingan.
b. SKKNI keahlian sudah banyak dihasilkan, tetapi hanya sebagian kecil yang telah diterapkan untuk mendukung pembinaan sertifikasi.
c. Substansi SKKNI masih belum banyak terkait dengan standar, pedoman dan kriteria/manual.
d. SKKNI yang bersifat engineering secara umum belum banyak disusun, padahal tenaga ahli muda sebaiknya bersifat engineering umum, atau paling besar terbagi dalam kelompok Arsitektur, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, dan Tata Lingkungan (ASMET) serta manajemen.
2. Sudah banyak modul pelatihan yang disusun tetapi hanya sebagian kecil yang telah dimanfaatkan oleh asosiasi profesi dan lembaga pelatihan. Mulai tahun 2009, penyusunan modul pelatihan mengikuti format baru sesuai dengan Permen PU No. 14 Tahun 2009. Ke depan permasalahan stndar menjadi semakin kompleks. Apabila terjadi perubahan atau penyesuaian standar kompetensi maka beberapa produk standar terkait dengan Permen PU 14/ 2009 perlu disesuaikan.
3. Terkait dengan Program Fasilitasi Pelatihan Tenaga Ahli (Protak) yang telah dicangkan BPKSDM sejak tahun 2007:
a. hanya dimanfaatkan oleh sebagian kecil asosiasi profesi/ Badan Sertifikasi Profesi. Yang paling banyak memanfaatkan program adalah Himpunan Pengembang Jalan Indonesia (HPJI), karena sebelumnya asosiasi tersebut sudah terbiasa melaksanakan pelatihan dalam proses sertfikasi anggotanya;
b. ada kecenderungan asosiasi profesi menyaratkan anggotanya untuk mengikuti pelatihan sebelum mengambil sertifikasi. Hal ini menghambat anggota untuk mengambil sertifikasi karena biaya pelatihan relatif mahal;
c. dana fasilitasi pelatihan masih belum efektif mendorong peningkatan sertifikasi karena biaya proses sertifikasi yang harus ditanggung peserta masih relatif tinggi.
d. Protak belum mampu mendorong asosiasi profesi memiliki program pelatihan sendiri bagi para anggotanya, kecuali sebagian kecil asosiasi profesi yang sudah mapan.

Kontribusi Usulan Kegiatan Pembinaan Kompetensi Keahlian Konstruksi dari Pusbiktek
1. Kajian kebutuhan klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli konstruksi nasional
2. Kajian prioritas pewajiban (compulsary dan voluntary) lisensi tenaga ahli bersertifikat.
3. Kajian kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli konstruksi nasional: Wilayah Sumatera, Wilayah Jawa, Wilayah Kalimantan, Wilayah Sulawesi, Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dan Wilayah Maluku dan Papua.
4. Penyusunan pedoman penyelenggaraan Continuous Professionalism Development: Sertifikasi Internasional dan Sertifikasi Nasional
5. Kajian kriteria tenaga ahli magang dan proses pemagangan
6. Penyusunan pedoman kerjasama pendidikan dalam rangka pemagangan calon tenaga ahli
7. Penyusunan pedoman kerjasama sertifikasi tenaga ahli dengan lembaga sertifikasi tenaga ahli
8. Fasilitasi sertifikasi tenaga ahli konstruksi (1 paket kegiatan pertahun)
9. Penyusunan draft 1 SKKNI tenaga ahli (1 paket kegiatan pertahun)
10. Penyusunan RSKKNI tenaga ahli (1 paket kegiatan pertahun)
11. Penyusunan SKKNI tenaga ahli (1 paket kegiatan pertahun)
12. Penyusunan pedoman penilaian sertifikasi tenaga ahli: bidang jalan dan jembatan, bidang sumber daya air, bidang sanitasi, bidang gedung dan bangunan, bidang air minum, bidang tata ruang
13. Kajian penialian tingkat penerapan bakuan kompetensi pada lembaga sertifikasi profesi dan lembaga pelatihan tenaga ahli
14. Penyusunan pedoman monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembinaan kompetensi tenaga ahli
15. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembinaan tenaga ahli (1 paket kegiatan pertahun)
16. Diseminasi dan sosialisasi program dan produk pembinaan tenaga ahli (1 paket kegiatan pertahun)

MENUJU BP KONSTRUKSI YANG SEMAKIN EFISIEN DAN EFEKTIF

Kelola Isu Strategis Pengembangan Konstruksi Indonesia
• Kebutuhan akan Pembangunan Infrastruktur Publik (IP) di Indonesia sangat besar untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi di atas 6%
• Kebutuhan pengelolaan infrastruktur secara integratif dan komprehensif semakin tinggi
• Tuntutan penyelenggaraan infrastruktur yang berkelanjutan semakin tinggi
• Persaingan industri konstruksi semakin menglobal dan sering dikaitkan dengan sektor lain untuk meningkatkan daya saing relatif suatu negara.

Kelola Setiap Potensi yang Telah Ada di Lingkungan BP Konstruksi

• Sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang beragam
Pengamalan dalam melatih, mendidik, dan membimbing dalam berbagai kegiatan pelatihan dan pendidikan, menjadi anggota dan peserta dalam berbagai forum diskusi, menjadi pengelola dan nara sumber di berbagai kegiatan, dan menjadi penyuluh dan nara sumber dalam berbagai kegiatan sosialisasi dan diseminasi akan menjadi modal utama insan BP Konstruksi untuk mewujudkan visi dan misinya.
• Budaya kerja yang telah dirintis BPKSDM
BPKSDM telah menggali 6 nilai-nilai yang dianut oleh para pegawai BPKSDM, yaitu kebersamaan, kompetensi, integritas, transparansi, akuntabel, dan membangun. Warisan nilai-nilai ini perlu diteruskan oleh BP Konstruksi, karena sangat sesuai dengan karateristik BP Konstruksi yang memiliki tugas dan fungsi beragam.
• Hasil kajian yang telah dilakukan oleh Bapekin, BPSDM, dan BPKSDM dapat dijadikan sumber utama untuk penerapan Knowledge Management di lingkungan BPKSDM.
Sekretariat BPKSDM telah mengembangkan sistem aplikasi knowledge management, namun implementasinya belum sesuai dengan harapan. Ke depan BP Konstruksi perlu memberikan perhatian yang lebih besar, karena tanpa dukungan knowledge management, kebutuhan kompetensi untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi yang sangat beragam akan sulit dicapai.

• Dukungan prasarana dan sarana baik di Pusat maupun daerah
BPKSDM didukung 1 Sekretariat dan 4 Pusat, 10 Balai, dan 2 Satker Balai. Dua pusat berkantor di Kampus PU, satu kantor di Jakarta, dan satu lagi di Bandung.
1 Balai di Jakarta, 2 Balai di Bandung, 1 Balai di Semarang, dan 1 Balai di Surabaya memiliki prasarna dan sarana yang lengkap: ruang pertemuan yang besar, kelas, asrama, kantin, laboratorium/ bengkel, sarana olah raga, dan lain-lain. Balai di Yogyakarta dan Jayapura, serta Satker Balai di Banjarmasin dan Palembang memiliki ruang pertemuan dan kelas yang memadai untuk kegiatan pelatihan dan pendidikan.
Semua prasarana dan sarana di atas dapat dimanfaatkan BP Konstruksi untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya menjangkau semua wilayah di Indonesia.

Koordinasikan Kemungkinan Tumpang Tindih Pembinaan Konstruksi

Dibandingkan dengan BPKSDM, pembagian tugas dan fungsi organisasi di BP Konstruksi sudah cukup jelas. Namun, perlu diperhatikan kemungkinan tumpang tindih tugas dan fungsi sebagai berikut.

• Pembinaan akses terhadap material dan peralatan di Pusat I Vs pembinaan sumber daya material dan peralatan di Pusat III

• Pembinaan akses pasar konstruksi di Pusat I Vs pembinaan pasar konstruksi di Pusat III

• Pembinaan daya saing badan usaha di Pusat I dan pembinaan daya saing sumber daya investasi di Pusat III

• Pembinaan produktifitas yang dilakukan di pusat I, II dan IV dengan pembinaan peningkatan produktifitas di Pusat III.
Hindari Asinergi Pembinaan Konstruksi
Integrasikan Pembinaan Konstruksi
Manfaatkan hasil Sattelite Account untuk peningkatan investasi infrastruktur
Kuasai rantai pasok bisnis konstruksi dan investasi

Saturday, April 10, 2010

Tepatkah Jalur Pendidikan Kedinasan Diterapkan Di Kemntrian PU?

Selama ini telah berkembang dua jalur pendidikan yaitu pendidikan regular dan pendidikan kedinasan. Pendidikan regular dilaksanakan oleh lembaga pendidikan umum dan pendidikan kedinasan oleh lembaga pemerintah di bawah kementrian tertentu.

Kepesertaan pendidikan regular tidak dibatasi sedangkan pendidikan kedinasan dibatasi hanya bagi peserta yang sudah bekerja atau akan bekerja pada suatu lembaga pemerintahan tertentu.

Pembiayaan pendidikan regular berasal dari masyarakat sendiri kecuali sebagian kecil yang mendapat beasiswa dari pemerintah atau non-pemerintah, sedangkan pembiayaan pendidikan kedinasan berasal dari pemerintah melalui kementrian atau lembaga penyelengggara pendidikan kedinasan tersebut.

Dalam perkembangannya, pendidikan kedinasan dapat diikuti oleh peserta umum dengan biaya sendiri tanpa ikatan dinas, sehingga terjadi disparitas antara penyelenggaraan pendidikan regular dengan pendidikan kedinasan. Untuk menghindari disparitas tersebut, kemudian, dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur penyelenggaraan pendidikan kedinasan.

Pada tahun 1996 Departemen Pekerjaan Umum pernah merencanakan untuk menylenggarakan pendidikan kedinasan, pada saat itu akan dinamakan Sekolah Tinggi Kedinasan Pekerjaan Umum (STKPU). Dengan berbagai pertimbangan, STKPU tidak jadi dibentuk. Hal yang menjadi pertimbangan utama antara lain: pertama, pada saat itu berkembang wacana bahwa seluruh pendidikan kedinasan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah non Departemen Pendidikan Nasional akan dihapuskan; kedua pimpinan Departemen PU pada saat itu beranggapan bahwa kompetensi penyelenggaraan pendidikan menjadi wewenang Departemen Pendidikan Nasional sehingga Departmen PU tinggal memanfaatkannya saja. Oleh karena itu, pada tahun 1998 pimpinan Dep. PU membentuk Pusat Pendidikan Keahlian Teknik (Pusdiktek) bidang PU untuk mengelola kerjasama pendidikan dengan mitra kerja dari perguruan tinggi nasional. Tugas utama Pusdiktek adalah menjamin kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan kerjasama pendidikan merupakan kurikulum yang mampu menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh Departemen PU. Yang dimaksud dengan kurikulum di sini adalah rancangan kurikulum, isi kurikulum (termasuk sarana dan prasarana pendukungnya)dan sistem monitoring dan evaluasi kurikulum untuk mendukung proses belajar mengajar.

Memperhatikan, sejarah pembentukan tersebut, kerjasama pendidikan yang diselenggarakan oleh Pusdiktek dan kemudian berubah menjadi Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek) Departemen PU bukan merupakan pendidikan kedinasan. Wacana pelarangan penyelenggaraan pendidikan kedinasan oleh lembaga pemerintah selain Departemen Pendidikan Nasional yang berkembang pada saat itu tidak dimaksudkan kepada penyelenggaraan kerjasama pendidikan oleh Departemen PU.. Dalam penyelenggaraannya pun selama lebih dari satu dekade tidak pernah bertentangan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Departemen PU dan perguruan tinggi mitra kerjasama selalu memperhatikan ketentuan yang berlaku terkait dengan Sistem Pendidikan Nasional.

Pada tahun 2010, telah diterbitkan PP NO. 14/ 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DAN PP NO. 17/ 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.Terkait dengan pembinaan sdm bidang PU, sebelum menyikapi peraturan pemerintah tersebut perlu dikaji beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah Kementrian PU akan tetap menyelenggarakan pendidikan di bidang PU?
2. Apakah penyelenggaraan pendidikan di bidang PU dapat diikuti oleh peserta didik dari lembaga pemerintah daerah terkait dengan bidang PU?
3. Apa yang melatarbelakangi terbitnya PP 14 tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan?
4. Apakah Kementrian PU hanya akan memilih jalur pendidikan kedinasan dalam penyelenggaraan pendidikannya?
5. Apakah APBN terkait dengan penyelenggaraan pendidikan hanya dapat digunakan untuk jalur pendidikan kedinasan?
6. Selain pendidikan kedinasan, alternatif penyelenggaraan pendidikan apa saja yang dapat dilakukan oleh Kementrian non-Kemendiknas?
7. Apakah bentuk kerjasama pendidkan sebagaimana telah dilksanakan oleh Kementrian PU melalui Pusbiktek (Kerjasama Pusbiktek – PT) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
8. Apakah hasil penyelenggaraan pendidikan Kerjasama Pusbiktek-PT belum sesuai dengan program pembinaan sdm bidang PU melalui jalur pendidikan?
9. Apakah alternatif menyelenggarakan pendidikan kedinasan akan lebih menjamin pemenuhan tujuan pembinaan sdm bidang PU melalui jalur pendidikan?
10. Bagaimana menyikapi alternatif exit penyelenggaraan pendidikan kedinasan sebagaimana diatur dalam aturan peralihan dalam PP 14/ 2010?

Kebutuhan Pendidikan di Bidang PU
Ada kecenderungan minat lulusan sekolah menengah atas untuk mengikuti pendidikan tinggi jurusan teknik semakin menurun, khususnya di bidang teknik sipil dan perencanaan. Sebagai contoh, pada era 1970-an s.d. 1980-an jurusan teknik sipil merupakan jurusan favorit dan telah berkembang sangat pesat yang memiliki sekurang-kurangnya 4 sub-jurusan yaitu: struktur, jalan raya, sumber daya air dan manajemen konstruksi.

Saat ini, jurusan sipil tidak lagi menjadi favorit. Setelah masuk ke jurusan sipil,tidak banyak mahasiswa sipil yang memilih minat sumber daya air. Jumlah mahasiswa S2 untuk jurusan sumber daya air sangat minim. Padahal kita sadari bersama, permasalahan pengelolaan sumber daya air semakin kompleks . Pemahaman terhadap substansi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air membutuhkan tenaga ahli yang memiliki kualifikasi tinggi.

Permasalahan yang semakin kompleks tidak hanya terjadi dalam pengelolaan sumber daya air. Undang-Undang Bangunan dan Gedung, Undang-Undang Perumahan dan Permukiman, Undang-Undang Jalan dan Undang-Undang Tata Ruang menuntut setiap SDM di bidang PU untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Kita sadari, proses pendidikan formal yang dilaksanakan dalam waktu, biaya, sarana dan prasarana yang terbatas tidak dapat menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Tetapi kurikulum yang dirancang sesuai dengan kebutuhan kompetensi telah terbukti dapat mengasah talenta dan memberikan bekal yang cukup untuk dapat bekerja lebih baik di tempat kerja yang sesuai.

Ketika ilmu keteknikan masih menjadi favorit, keilmuan di bidang PU menjadi ilmu yang umum karena banyak perguruan tinggi yang membuka program studi untuk bidang ilmu tersebut. Tetapi ketika keilmuan tersebut semakin tidak menarik minat masyarakat umum, lambat laut program studi tersebut akan ditutup.

Keilmuan di bidang PU akan menjadi keilmuan khusus yang masih dapat berkembang apabila kementrian pembina teknisnya tetap menjaga pengembangannya dan proaktif mempertahankan program studi yang sudah ada, khususnya yang langsung terkait dengan program pengembangan sdm PU.

Struktur kepegawaian lembaga pemerintah sekarang sedang berpihak pada lulusan sarjana S1/ D4. Padahal tenaga pelaksana masih banyak dibutuhkan untuk mengelola pekerjaan teknis pendukung perencanaan dan perancangan, operasi dan pemeliharaan. Hasil survey investigasi yang kurang akurat, pemeliharaan yang terlambat, data base yang tidak pernah dikinikan, dan semakin miskinnya pengalaman di lapangan menunjukkan ada kepincangan dalam struktur kepegawaian kita. Semua pegawai ingin duduk di belakang meja mengelola berbagai pekerjaan dalam tataran konseptual dan manajerial karena merasa tingkat pendidikannya tidak layak untuk pekerjaan keterampilan. Padahal lebih banyak pekerjaan yang non-konseptual. Hal ini berakibat banyak sarjana yang setengah pengangguran karena tidak bekerja sesuai dengan tuntutan kompetensi. Suatu saat, bisa terjadi seorang bendahara dan operator komputer dijabat oleh seorang sarjana teknik karena kita kekurangan tenaga terampil atau tenaga ahli menengah.

Oleh karena itu, lulusan pendidikan sarjana menengah masih diperlukan untuk penyelenggaraan bidang PU. Peserta Pendidikan Bidang PU Keberhasilan penyelenggaraan bidang PU tergantung pada kualitas seluruh sdm PU baik dari sektor publik maupun privat, aparatur pemerintah dan penyedia jasa di Pusat dan di Daerah. Setiap institusi pada masing-masing level memiliki tanggung jawab yang sama untuk meningkatkan kualitas sdm nya. Namun, tidak semua institusi memiliki sumber daya yang cukup untuk mengembangkan sdm nya. Saat ini pengembangan sdm belum menjadi prioritas di banyak institusi daerah mengingat sumber daya pendukungnya telah habis untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin.

Sumber daya anggaran pengembangan sdm di Kementrian PU pun masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan prioritas pemanfaatan sumber daya tersebut.Prioritas pertama, anggaran pengembangan sdm dimanfaatkan untuk pengembangan pegawai Kementrian PU. Sisa kapasitas anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan sdm sektor publik bidang PU di daerah dan penyedia jasa baik dari sektor publik maupun privat yang ada di pusat dan daerah.

Kekuatan dan Kelemahan Pendidikan Kedinasan
Kekuatan utama jalur Pendidikan Kedinasan adalah didukung oleh PP14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan. Dibalik kekuatan tersebut penyelenggaraan pendidikan menjadi relatif rigid sehingga tidak dapat mengakomodasi beragam level kebutuhan kompetensi pada Kementrian.

Beberapa pengaturan yang mengikat dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedinasan, antara lain:
1. Hanya ada 4 alternatif sesuai dengan UU No. 20/ 2002 tentang Sisdiknas, yaitu:
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (Pendidikan Kedinasan Non-formal)
2. Pendidikan Kedinasan sesuai dengan PP14/ 2010
3. Pendidikan Kedinasan bebentuk BHP dan Kementrian PU sebagai pendiri
4. Pendidikan Kedinasan berbentuk BHP dan Kementrian PU sebagai pendiri yang memiliki representasi pemangku kepentingan untuk memenuhi semua kepentingan

Kerjasama pendidikan Kementrian PU dengan Perguruan Tinggi mitra tidak terakomodasi dalam ke empat alternatif tersebut. Tidak dapat masuk dalam kelompok satuan pendidikan dan pelatihan dan pegawai karena kerjasama pendidikan bersifat pendidikan Dalam PP 14/ 2010, terminologi “pendidikan” dibedakan dengan” pendidikan dan pelatihan”, dimana diklat masuk dalam kategori pendidikan nonformal.

Kerjasama pendidikan tidak dapat dikelompokkan ke dalam Pendidikan Kedinasan sesuai PP 14/ 2010 karena lulusannya berijazah akademik bukan profesi. Dalam PP 14/ 2010 diatur bahwa sertifikasi pendidikan kedinasan berbentuk sertifikat kompetensi, diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap penguasaan kompetensi bidang keahlian tertentu, oleh satuan pendidikan kedinasan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi profesi.

Lebih tidak tepat lagi jika dikelompokkan pada alternatif ke tiga dan kempat, karena kerjasama pendidikan tidak dilaksanakan sendiri oleh satuan pendidikan di bawah Kementrian PU.

Prasyrat penyelenggaraan pendidikan kedinasan (jalur pendidikan formal)
Membentuk Satuan Pendidikan Kedinasan
1. Peserta berasal dari PNS dan CPNS dari penyelenggara program pendidikan kedinasan.
2. Calon peserta lulusan S1 atau setara.
3. Bobot kurikulum 36-40 sks
4. Rumusan penjurusan dalam bentuk spesialisasi ditetapkan oleh MenPU
5. Rumusan program studi yang memperhatikan tujuan program studi, kompetensi lulusan peserta didik, kontribusi terhadap pembangunan nasional, kontribusi pada masyarakat, dan keunggulan pendidikan kedinasan tersebut.
6. Rumusan kerangka dasar dan struktur kurikulum yang penyusunannya melibatkan asosiasi profesi, dunia kerja/ industri terkait. Dan masyarakat.
7. Akreditasi terhadap satuan pendidikan kedinasan agar dapat memberikan sertifikat kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi dan Akreditasi terhadap program studi oleh BAN-PT.
8. Adanya otonomi satuan pendidikan kedinasan di bidang keuangan mencakup kewenangan untuk menerima, menyimpan, dan menggunakan dana, menganut prinsip transparansi, dan akuntansi publik, dan diperiksa oleh aparat pengawas fungsional Pemrintah.
9. Mendapatkan ijin pendirian satuan pendidikan kedinasan dengan persyaratan minimum memiliki: kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, sumber pembiayaan, sistem evaluasi dan sertifikasi, sistem manajemen dan proses pendidikan, kekhusunan pendidikan kedinasan, dan dasar hukum pendidikan kedinasan.
10. Persyaratan pendidik, tenaga kependidikan, tenaga penunjang akademik dan pengelola satuan pendidikan memenuhi PP 14/ 2010

Kecuali akreditasi untuk memberikan sertifikat kompetensi kepada lulusan pendidikan, otonomi di bidang keuangan, ijin pendirian satuan pendidikan kedinasan, dan peserta didik yang mencakup Diploma III dan IV, peryaratan di atas sudah dapat dipenuhi.

Pemanfaatan APBN untuk Pendidikan
Dalam PP 14/ 2010 Pendidikan Kedinasan harus memanfaatkan anggaran APBN atau sumber dana lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Klausul ini menyiratkan tidak ada peserta pendidikan kedinasan yang mebiayai sendiri secara individual. Dengan demikian, lembaga pendidikan kedinasan tidak boleh menerima peserta didik dari umum.

Pada saat UU No. 20 Tahun 2002 diterbitkan, banyak satuan pendidikan kedinasan yang menerima mahasiswa dari umum dengan biaya sendiri sehingga dapat mengurangi peran institusi perguruan tinggi.

Pemanfaatan Dana APBN untuk membiayai pengembangan sdm aparatur melalui jalur pendidikan non-kedinasan tidak bertentangan dengan PP 14/ 2010. Kementrian Pendidikan Nasional pun mengalokasikan dana beaiswa dari APBN untuk mendukung peserta didik yang berprestasi dan tidak mampu di luar jalur pendidikan kedinasan.

Selain Kementrian PU, banyak kementrian dan lembaga pemerintah lainnya mengalokasi beasiswa bagi para pegawainya untuk mengikuti pendidikan di luar jalur pendidikan kedinasan. Bahwa Kementrian PU mengalokasikan beasiswa pendidikan untuk aparatur terkait bidang PU di luar Kementrian PU adalah kebijakan pimpinan dalam rangka mewujudkan visi dan misi PU. Kebijakan tersebut setiap saat dapat berubah sesuai dinamika perubahan lingkungan strategis.

Ketika kebijakan pimpinan Kementrian PU untuk tidak menyelenggarakan pengembangan sdm bidang PU melalui jalur pendidikan secara mandiri, alternatif penyelenggaraan pendidikan kedinasan sebenarnya sudah tertutup, karena dari ke empat alternatif pendidikan kedinasan tidak ada yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan sdm PU.

Alternatif kerjasama pendidikan yang selama ini telah dilaksanakan oleh Kementrian PU bersama-sama dengan perguruan tinggi sebenarnya sudah menunjukkan efesiensi dan efektifitasnya, dan tidak menimbulkan konflik dengan Kementrian Pendidikan Nasional.
Selama ini tidak ada nota keberatan dari kementrian Pendidikan Nasional terkait dengan penyelenggaraan kerjasama pendidikan yang dilaksanakan oleh Kementrian PU dengan perguruan tinggi mitra. Apabila hal ini dianggap tidak cukup, untuk memvalidasi jalur kerjasama pendidikan tersebut, secara proaktif dibuat proposal kepada Mendiknas untuk mengkaji sejauh mana penyelenggaraan pendidikan kerjasama dapat ditempuh. Proposal tersebut dapat disiapkan bersama-sama oleh Kementrian PU dan perguruan tinggi mitra.

Evaluasi Hasil Kerjasama Pendidikan
Kerjasama pendidikan Kementrian PU dan perguruan tinggi mitra mampu menjembatani kepentingan akademis dan praktis. Pengalokasian kepentingan antara dua pihak tergantung pada program studinya. Secara rata-rata alokasi kepentingan akademis sekitar 70% – 40%, sedangkan kepentingan praktis antara 30% - 60%. Pelaksanaan kerjasama dilakukan di bawah payung MoU antara Menteri Pekerjaan Umum dengan rektor atau direktur perguruan tinggi.

Perguruan tinggi yang bersangkutan melaporkan MoU ini kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemen Diknas. Berdasarkan payung kerjasama tersebut Pusbiktek dan pengelola kerjasama di masing-masing perguruan tinggi menyepakati kontrak kerjasama penyelenggaraan pendidikan.

Kurikulum program studi dirancang bersama yang melibatkan pemangku kepentingan antara lain: kementrian pembina teknis, asosiasi profesi dan pakar terkait. Kurikulum diimplementasikan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan alokasi kepentingan akademis dan praktis yang disepakati. Proses dan hasil implementasi kurikulum dimonitor dan dievaluasi bersama. Dengan demikian lulusan kerjasama pendidikan dapat memenuhi kebutuhan kompetensi yang telah disepakati bersama.

Pembiayaan kerjasama pendidikan tidak seluruhnya dari APBN. Instansi pengutus dan peserta didik secara mandiri memberikan konstribusi pada biaya pendidikan secara keseluruhan. APBN dari Kementrian PU hanya menanggung biaya SPP dan tunjangan pendidikan yang sangat terbatas.

Lulusan kerjasama pendidikan telah bekerja kembali di tempat kerjanya masing-masing.Sebagian besar bekerja sesuai dengan kompetensi yang telah diraihnya. Beberapa lulusan dipindahtugaskan ke bagian lain mengingat kebutuhan sdm aparatur yang berkualitas untuk menunjang sektor lain sangat tinggi.

Program studi kerjasama termasuk dalam program studi khusus (spesialis). Penyelenggaraan kerjasama pendidikan dengan program studi khusus tersebut lebih efisien dibandingkan dengan menyelenggarakan sendiri karena pelaksanaanya mensinergikan berbagai sumber daya pihak-pihak yang bermitra.

Kesimpulan:
1. Kementrian PU masih perlu mengembangkan sdm PU melalui jalur pendidikan
2. Sisa kapasitas alokasi anggaran pengembangan sdm melalui jalur pendidikan sebaiknya dapat dimanfaatkan oleh aparatur terkait dengan bidang PU di daerah.
3. Latar belakang diterbitkannya PP 14/ 2010 adalah untuk menertibkan penyelenggaraan pendidikan kedinasan yang dilakasanakan oleh berbagai kementrian non Kemendiknas.
4. Kementrian PU belum saatnya memilih jalur pendidikan kedinasan karena sampai saat ini belum ada rencana untuk memenuhi kebutuhan kompetensi SDM melalui rekruitmen yang didahului dengan proses pendidikan.
5. Dana APBN dapat dimanfaatkan untuk pengembangan SDM PU melalui jalur pendidikan, tetapi tidak terbatas untuk pendidikan kedinasan saja.
6. Alterantif kerjasama pendidikan yang selama ini telah dirintis oleh Kementrian PU dapat dijadikan alternatif pengembangan SDM PU melalui jalur pendidikan.
7. Sepanjang penyelenggaraan kerjasama pendidikan Kementrian PU dengan perguruan tinggi mitra tidak ada nota keberatan dari Kementrian Pendidikan Nasional.
8. Penyelenggaraan kerjasama pendidikan dengan perguruan tinggi mitra adalah salah satu cara pengembangan sdm PU yang ditempuh pimpinan PU. Berbagai cara telah ditempuh dengan tujuan saling mengisi sehingga kebutuhan SDM PU yang lebih berkualitas dapat dipenuhi.
9. Penyelenggaraan pendidikan kedinasan akan lebih terkendali karena lebih banyak melibatkan sumber daya internal kementrian. Namun efektifitas perlu dikaji kembali karena Kementrian PU tidak disiapkan untuk menyelenggarakan pendidikan secara mandiri.
10. Selama kebijakan Kementrian tidak merekruit pegawai yang disiapkan melalui jalur pendidikan, ke empat alternatif penyelenggaraan pendidikan kedinasan tersebut tidak akan efisien dan efektif sesuai dengan kebutuhan Kementrian PU.