Saturday, April 10, 2010

Tepatkah Jalur Pendidikan Kedinasan Diterapkan Di Kemntrian PU?

Selama ini telah berkembang dua jalur pendidikan yaitu pendidikan regular dan pendidikan kedinasan. Pendidikan regular dilaksanakan oleh lembaga pendidikan umum dan pendidikan kedinasan oleh lembaga pemerintah di bawah kementrian tertentu.

Kepesertaan pendidikan regular tidak dibatasi sedangkan pendidikan kedinasan dibatasi hanya bagi peserta yang sudah bekerja atau akan bekerja pada suatu lembaga pemerintahan tertentu.

Pembiayaan pendidikan regular berasal dari masyarakat sendiri kecuali sebagian kecil yang mendapat beasiswa dari pemerintah atau non-pemerintah, sedangkan pembiayaan pendidikan kedinasan berasal dari pemerintah melalui kementrian atau lembaga penyelengggara pendidikan kedinasan tersebut.

Dalam perkembangannya, pendidikan kedinasan dapat diikuti oleh peserta umum dengan biaya sendiri tanpa ikatan dinas, sehingga terjadi disparitas antara penyelenggaraan pendidikan regular dengan pendidikan kedinasan. Untuk menghindari disparitas tersebut, kemudian, dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur penyelenggaraan pendidikan kedinasan.

Pada tahun 1996 Departemen Pekerjaan Umum pernah merencanakan untuk menylenggarakan pendidikan kedinasan, pada saat itu akan dinamakan Sekolah Tinggi Kedinasan Pekerjaan Umum (STKPU). Dengan berbagai pertimbangan, STKPU tidak jadi dibentuk. Hal yang menjadi pertimbangan utama antara lain: pertama, pada saat itu berkembang wacana bahwa seluruh pendidikan kedinasan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah non Departemen Pendidikan Nasional akan dihapuskan; kedua pimpinan Departemen PU pada saat itu beranggapan bahwa kompetensi penyelenggaraan pendidikan menjadi wewenang Departemen Pendidikan Nasional sehingga Departmen PU tinggal memanfaatkannya saja. Oleh karena itu, pada tahun 1998 pimpinan Dep. PU membentuk Pusat Pendidikan Keahlian Teknik (Pusdiktek) bidang PU untuk mengelola kerjasama pendidikan dengan mitra kerja dari perguruan tinggi nasional. Tugas utama Pusdiktek adalah menjamin kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan kerjasama pendidikan merupakan kurikulum yang mampu menghasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh Departemen PU. Yang dimaksud dengan kurikulum di sini adalah rancangan kurikulum, isi kurikulum (termasuk sarana dan prasarana pendukungnya)dan sistem monitoring dan evaluasi kurikulum untuk mendukung proses belajar mengajar.

Memperhatikan, sejarah pembentukan tersebut, kerjasama pendidikan yang diselenggarakan oleh Pusdiktek dan kemudian berubah menjadi Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek) Departemen PU bukan merupakan pendidikan kedinasan. Wacana pelarangan penyelenggaraan pendidikan kedinasan oleh lembaga pemerintah selain Departemen Pendidikan Nasional yang berkembang pada saat itu tidak dimaksudkan kepada penyelenggaraan kerjasama pendidikan oleh Departemen PU.. Dalam penyelenggaraannya pun selama lebih dari satu dekade tidak pernah bertentangan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Departemen PU dan perguruan tinggi mitra kerjasama selalu memperhatikan ketentuan yang berlaku terkait dengan Sistem Pendidikan Nasional.

Pada tahun 2010, telah diterbitkan PP NO. 14/ 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DAN PP NO. 17/ 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.Terkait dengan pembinaan sdm bidang PU, sebelum menyikapi peraturan pemerintah tersebut perlu dikaji beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah Kementrian PU akan tetap menyelenggarakan pendidikan di bidang PU?
2. Apakah penyelenggaraan pendidikan di bidang PU dapat diikuti oleh peserta didik dari lembaga pemerintah daerah terkait dengan bidang PU?
3. Apa yang melatarbelakangi terbitnya PP 14 tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan?
4. Apakah Kementrian PU hanya akan memilih jalur pendidikan kedinasan dalam penyelenggaraan pendidikannya?
5. Apakah APBN terkait dengan penyelenggaraan pendidikan hanya dapat digunakan untuk jalur pendidikan kedinasan?
6. Selain pendidikan kedinasan, alternatif penyelenggaraan pendidikan apa saja yang dapat dilakukan oleh Kementrian non-Kemendiknas?
7. Apakah bentuk kerjasama pendidkan sebagaimana telah dilksanakan oleh Kementrian PU melalui Pusbiktek (Kerjasama Pusbiktek – PT) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
8. Apakah hasil penyelenggaraan pendidikan Kerjasama Pusbiktek-PT belum sesuai dengan program pembinaan sdm bidang PU melalui jalur pendidikan?
9. Apakah alternatif menyelenggarakan pendidikan kedinasan akan lebih menjamin pemenuhan tujuan pembinaan sdm bidang PU melalui jalur pendidikan?
10. Bagaimana menyikapi alternatif exit penyelenggaraan pendidikan kedinasan sebagaimana diatur dalam aturan peralihan dalam PP 14/ 2010?

Kebutuhan Pendidikan di Bidang PU
Ada kecenderungan minat lulusan sekolah menengah atas untuk mengikuti pendidikan tinggi jurusan teknik semakin menurun, khususnya di bidang teknik sipil dan perencanaan. Sebagai contoh, pada era 1970-an s.d. 1980-an jurusan teknik sipil merupakan jurusan favorit dan telah berkembang sangat pesat yang memiliki sekurang-kurangnya 4 sub-jurusan yaitu: struktur, jalan raya, sumber daya air dan manajemen konstruksi.

Saat ini, jurusan sipil tidak lagi menjadi favorit. Setelah masuk ke jurusan sipil,tidak banyak mahasiswa sipil yang memilih minat sumber daya air. Jumlah mahasiswa S2 untuk jurusan sumber daya air sangat minim. Padahal kita sadari bersama, permasalahan pengelolaan sumber daya air semakin kompleks . Pemahaman terhadap substansi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air membutuhkan tenaga ahli yang memiliki kualifikasi tinggi.

Permasalahan yang semakin kompleks tidak hanya terjadi dalam pengelolaan sumber daya air. Undang-Undang Bangunan dan Gedung, Undang-Undang Perumahan dan Permukiman, Undang-Undang Jalan dan Undang-Undang Tata Ruang menuntut setiap SDM di bidang PU untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Kita sadari, proses pendidikan formal yang dilaksanakan dalam waktu, biaya, sarana dan prasarana yang terbatas tidak dapat menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Tetapi kurikulum yang dirancang sesuai dengan kebutuhan kompetensi telah terbukti dapat mengasah talenta dan memberikan bekal yang cukup untuk dapat bekerja lebih baik di tempat kerja yang sesuai.

Ketika ilmu keteknikan masih menjadi favorit, keilmuan di bidang PU menjadi ilmu yang umum karena banyak perguruan tinggi yang membuka program studi untuk bidang ilmu tersebut. Tetapi ketika keilmuan tersebut semakin tidak menarik minat masyarakat umum, lambat laut program studi tersebut akan ditutup.

Keilmuan di bidang PU akan menjadi keilmuan khusus yang masih dapat berkembang apabila kementrian pembina teknisnya tetap menjaga pengembangannya dan proaktif mempertahankan program studi yang sudah ada, khususnya yang langsung terkait dengan program pengembangan sdm PU.

Struktur kepegawaian lembaga pemerintah sekarang sedang berpihak pada lulusan sarjana S1/ D4. Padahal tenaga pelaksana masih banyak dibutuhkan untuk mengelola pekerjaan teknis pendukung perencanaan dan perancangan, operasi dan pemeliharaan. Hasil survey investigasi yang kurang akurat, pemeliharaan yang terlambat, data base yang tidak pernah dikinikan, dan semakin miskinnya pengalaman di lapangan menunjukkan ada kepincangan dalam struktur kepegawaian kita. Semua pegawai ingin duduk di belakang meja mengelola berbagai pekerjaan dalam tataran konseptual dan manajerial karena merasa tingkat pendidikannya tidak layak untuk pekerjaan keterampilan. Padahal lebih banyak pekerjaan yang non-konseptual. Hal ini berakibat banyak sarjana yang setengah pengangguran karena tidak bekerja sesuai dengan tuntutan kompetensi. Suatu saat, bisa terjadi seorang bendahara dan operator komputer dijabat oleh seorang sarjana teknik karena kita kekurangan tenaga terampil atau tenaga ahli menengah.

Oleh karena itu, lulusan pendidikan sarjana menengah masih diperlukan untuk penyelenggaraan bidang PU. Peserta Pendidikan Bidang PU Keberhasilan penyelenggaraan bidang PU tergantung pada kualitas seluruh sdm PU baik dari sektor publik maupun privat, aparatur pemerintah dan penyedia jasa di Pusat dan di Daerah. Setiap institusi pada masing-masing level memiliki tanggung jawab yang sama untuk meningkatkan kualitas sdm nya. Namun, tidak semua institusi memiliki sumber daya yang cukup untuk mengembangkan sdm nya. Saat ini pengembangan sdm belum menjadi prioritas di banyak institusi daerah mengingat sumber daya pendukungnya telah habis untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin.

Sumber daya anggaran pengembangan sdm di Kementrian PU pun masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan prioritas pemanfaatan sumber daya tersebut.Prioritas pertama, anggaran pengembangan sdm dimanfaatkan untuk pengembangan pegawai Kementrian PU. Sisa kapasitas anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan sdm sektor publik bidang PU di daerah dan penyedia jasa baik dari sektor publik maupun privat yang ada di pusat dan daerah.

Kekuatan dan Kelemahan Pendidikan Kedinasan
Kekuatan utama jalur Pendidikan Kedinasan adalah didukung oleh PP14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan. Dibalik kekuatan tersebut penyelenggaraan pendidikan menjadi relatif rigid sehingga tidak dapat mengakomodasi beragam level kebutuhan kompetensi pada Kementrian.

Beberapa pengaturan yang mengikat dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedinasan, antara lain:
1. Hanya ada 4 alternatif sesuai dengan UU No. 20/ 2002 tentang Sisdiknas, yaitu:
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (Pendidikan Kedinasan Non-formal)
2. Pendidikan Kedinasan sesuai dengan PP14/ 2010
3. Pendidikan Kedinasan bebentuk BHP dan Kementrian PU sebagai pendiri
4. Pendidikan Kedinasan berbentuk BHP dan Kementrian PU sebagai pendiri yang memiliki representasi pemangku kepentingan untuk memenuhi semua kepentingan

Kerjasama pendidikan Kementrian PU dengan Perguruan Tinggi mitra tidak terakomodasi dalam ke empat alternatif tersebut. Tidak dapat masuk dalam kelompok satuan pendidikan dan pelatihan dan pegawai karena kerjasama pendidikan bersifat pendidikan Dalam PP 14/ 2010, terminologi “pendidikan” dibedakan dengan” pendidikan dan pelatihan”, dimana diklat masuk dalam kategori pendidikan nonformal.

Kerjasama pendidikan tidak dapat dikelompokkan ke dalam Pendidikan Kedinasan sesuai PP 14/ 2010 karena lulusannya berijazah akademik bukan profesi. Dalam PP 14/ 2010 diatur bahwa sertifikasi pendidikan kedinasan berbentuk sertifikat kompetensi, diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap penguasaan kompetensi bidang keahlian tertentu, oleh satuan pendidikan kedinasan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi profesi.

Lebih tidak tepat lagi jika dikelompokkan pada alternatif ke tiga dan kempat, karena kerjasama pendidikan tidak dilaksanakan sendiri oleh satuan pendidikan di bawah Kementrian PU.

Prasyrat penyelenggaraan pendidikan kedinasan (jalur pendidikan formal)
Membentuk Satuan Pendidikan Kedinasan
1. Peserta berasal dari PNS dan CPNS dari penyelenggara program pendidikan kedinasan.
2. Calon peserta lulusan S1 atau setara.
3. Bobot kurikulum 36-40 sks
4. Rumusan penjurusan dalam bentuk spesialisasi ditetapkan oleh MenPU
5. Rumusan program studi yang memperhatikan tujuan program studi, kompetensi lulusan peserta didik, kontribusi terhadap pembangunan nasional, kontribusi pada masyarakat, dan keunggulan pendidikan kedinasan tersebut.
6. Rumusan kerangka dasar dan struktur kurikulum yang penyusunannya melibatkan asosiasi profesi, dunia kerja/ industri terkait. Dan masyarakat.
7. Akreditasi terhadap satuan pendidikan kedinasan agar dapat memberikan sertifikat kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi dan Akreditasi terhadap program studi oleh BAN-PT.
8. Adanya otonomi satuan pendidikan kedinasan di bidang keuangan mencakup kewenangan untuk menerima, menyimpan, dan menggunakan dana, menganut prinsip transparansi, dan akuntansi publik, dan diperiksa oleh aparat pengawas fungsional Pemrintah.
9. Mendapatkan ijin pendirian satuan pendidikan kedinasan dengan persyaratan minimum memiliki: kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, sumber pembiayaan, sistem evaluasi dan sertifikasi, sistem manajemen dan proses pendidikan, kekhusunan pendidikan kedinasan, dan dasar hukum pendidikan kedinasan.
10. Persyaratan pendidik, tenaga kependidikan, tenaga penunjang akademik dan pengelola satuan pendidikan memenuhi PP 14/ 2010

Kecuali akreditasi untuk memberikan sertifikat kompetensi kepada lulusan pendidikan, otonomi di bidang keuangan, ijin pendirian satuan pendidikan kedinasan, dan peserta didik yang mencakup Diploma III dan IV, peryaratan di atas sudah dapat dipenuhi.

Pemanfaatan APBN untuk Pendidikan
Dalam PP 14/ 2010 Pendidikan Kedinasan harus memanfaatkan anggaran APBN atau sumber dana lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Klausul ini menyiratkan tidak ada peserta pendidikan kedinasan yang mebiayai sendiri secara individual. Dengan demikian, lembaga pendidikan kedinasan tidak boleh menerima peserta didik dari umum.

Pada saat UU No. 20 Tahun 2002 diterbitkan, banyak satuan pendidikan kedinasan yang menerima mahasiswa dari umum dengan biaya sendiri sehingga dapat mengurangi peran institusi perguruan tinggi.

Pemanfaatan Dana APBN untuk membiayai pengembangan sdm aparatur melalui jalur pendidikan non-kedinasan tidak bertentangan dengan PP 14/ 2010. Kementrian Pendidikan Nasional pun mengalokasikan dana beaiswa dari APBN untuk mendukung peserta didik yang berprestasi dan tidak mampu di luar jalur pendidikan kedinasan.

Selain Kementrian PU, banyak kementrian dan lembaga pemerintah lainnya mengalokasi beasiswa bagi para pegawainya untuk mengikuti pendidikan di luar jalur pendidikan kedinasan. Bahwa Kementrian PU mengalokasikan beasiswa pendidikan untuk aparatur terkait bidang PU di luar Kementrian PU adalah kebijakan pimpinan dalam rangka mewujudkan visi dan misi PU. Kebijakan tersebut setiap saat dapat berubah sesuai dinamika perubahan lingkungan strategis.

Ketika kebijakan pimpinan Kementrian PU untuk tidak menyelenggarakan pengembangan sdm bidang PU melalui jalur pendidikan secara mandiri, alternatif penyelenggaraan pendidikan kedinasan sebenarnya sudah tertutup, karena dari ke empat alternatif pendidikan kedinasan tidak ada yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan sdm PU.

Alternatif kerjasama pendidikan yang selama ini telah dilaksanakan oleh Kementrian PU bersama-sama dengan perguruan tinggi sebenarnya sudah menunjukkan efesiensi dan efektifitasnya, dan tidak menimbulkan konflik dengan Kementrian Pendidikan Nasional.
Selama ini tidak ada nota keberatan dari kementrian Pendidikan Nasional terkait dengan penyelenggaraan kerjasama pendidikan yang dilaksanakan oleh Kementrian PU dengan perguruan tinggi mitra. Apabila hal ini dianggap tidak cukup, untuk memvalidasi jalur kerjasama pendidikan tersebut, secara proaktif dibuat proposal kepada Mendiknas untuk mengkaji sejauh mana penyelenggaraan pendidikan kerjasama dapat ditempuh. Proposal tersebut dapat disiapkan bersama-sama oleh Kementrian PU dan perguruan tinggi mitra.

Evaluasi Hasil Kerjasama Pendidikan
Kerjasama pendidikan Kementrian PU dan perguruan tinggi mitra mampu menjembatani kepentingan akademis dan praktis. Pengalokasian kepentingan antara dua pihak tergantung pada program studinya. Secara rata-rata alokasi kepentingan akademis sekitar 70% – 40%, sedangkan kepentingan praktis antara 30% - 60%. Pelaksanaan kerjasama dilakukan di bawah payung MoU antara Menteri Pekerjaan Umum dengan rektor atau direktur perguruan tinggi.

Perguruan tinggi yang bersangkutan melaporkan MoU ini kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemen Diknas. Berdasarkan payung kerjasama tersebut Pusbiktek dan pengelola kerjasama di masing-masing perguruan tinggi menyepakati kontrak kerjasama penyelenggaraan pendidikan.

Kurikulum program studi dirancang bersama yang melibatkan pemangku kepentingan antara lain: kementrian pembina teknis, asosiasi profesi dan pakar terkait. Kurikulum diimplementasikan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan alokasi kepentingan akademis dan praktis yang disepakati. Proses dan hasil implementasi kurikulum dimonitor dan dievaluasi bersama. Dengan demikian lulusan kerjasama pendidikan dapat memenuhi kebutuhan kompetensi yang telah disepakati bersama.

Pembiayaan kerjasama pendidikan tidak seluruhnya dari APBN. Instansi pengutus dan peserta didik secara mandiri memberikan konstribusi pada biaya pendidikan secara keseluruhan. APBN dari Kementrian PU hanya menanggung biaya SPP dan tunjangan pendidikan yang sangat terbatas.

Lulusan kerjasama pendidikan telah bekerja kembali di tempat kerjanya masing-masing.Sebagian besar bekerja sesuai dengan kompetensi yang telah diraihnya. Beberapa lulusan dipindahtugaskan ke bagian lain mengingat kebutuhan sdm aparatur yang berkualitas untuk menunjang sektor lain sangat tinggi.

Program studi kerjasama termasuk dalam program studi khusus (spesialis). Penyelenggaraan kerjasama pendidikan dengan program studi khusus tersebut lebih efisien dibandingkan dengan menyelenggarakan sendiri karena pelaksanaanya mensinergikan berbagai sumber daya pihak-pihak yang bermitra.

Kesimpulan:
1. Kementrian PU masih perlu mengembangkan sdm PU melalui jalur pendidikan
2. Sisa kapasitas alokasi anggaran pengembangan sdm melalui jalur pendidikan sebaiknya dapat dimanfaatkan oleh aparatur terkait dengan bidang PU di daerah.
3. Latar belakang diterbitkannya PP 14/ 2010 adalah untuk menertibkan penyelenggaraan pendidikan kedinasan yang dilakasanakan oleh berbagai kementrian non Kemendiknas.
4. Kementrian PU belum saatnya memilih jalur pendidikan kedinasan karena sampai saat ini belum ada rencana untuk memenuhi kebutuhan kompetensi SDM melalui rekruitmen yang didahului dengan proses pendidikan.
5. Dana APBN dapat dimanfaatkan untuk pengembangan SDM PU melalui jalur pendidikan, tetapi tidak terbatas untuk pendidikan kedinasan saja.
6. Alterantif kerjasama pendidikan yang selama ini telah dirintis oleh Kementrian PU dapat dijadikan alternatif pengembangan SDM PU melalui jalur pendidikan.
7. Sepanjang penyelenggaraan kerjasama pendidikan Kementrian PU dengan perguruan tinggi mitra tidak ada nota keberatan dari Kementrian Pendidikan Nasional.
8. Penyelenggaraan kerjasama pendidikan dengan perguruan tinggi mitra adalah salah satu cara pengembangan sdm PU yang ditempuh pimpinan PU. Berbagai cara telah ditempuh dengan tujuan saling mengisi sehingga kebutuhan SDM PU yang lebih berkualitas dapat dipenuhi.
9. Penyelenggaraan pendidikan kedinasan akan lebih terkendali karena lebih banyak melibatkan sumber daya internal kementrian. Namun efektifitas perlu dikaji kembali karena Kementrian PU tidak disiapkan untuk menyelenggarakan pendidikan secara mandiri.
10. Selama kebijakan Kementrian tidak merekruit pegawai yang disiapkan melalui jalur pendidikan, ke empat alternatif penyelenggaraan pendidikan kedinasan tersebut tidak akan efisien dan efektif sesuai dengan kebutuhan Kementrian PU.

2 comments:

ULUH BASAHAP KURIK said...

Terus menulis paYaya, walaupun kelihatannya belum ada komentar. Mau nulis diblog lain rasanya dah daluwarsa, klo disini kan masih rada hangat. Pemikiran yang menarik, semoga banyak juga yang tertarik. Kabari klo ada posting baru.
Amir Mahdi (perasaan saya di Indonesia jarang ada Amir Mahdi lain, coba periksa di buku telepon)

ULUH BASAHAP KURIK said...

Maaf paYaya, Uluh Basahap Kurik itu adalah saya, Amir Mahdi yang itu. Uluh Basahap Kurik (bahasa Bakumpai, uluh=orang basahap nama sungai kurik=kecil) adalah nama saya untuk blog kerukunankeluargabakumpai.blogspot.com yang berjudul K.K.B - PUSAT, yang baru saya buka akhir Maret 2010